Sunday, November 10, 2013

Perilaku Konsumen


PENGERTIAN PERILAKU KONSUMEN
Menurut John C. Mowen dan Michael Minor mendefinisikan perilaku konsumen sebagai studi tentang unit pembelian (buying unit) dan proses pertukaran yang melibatkan perolehan, konsumsi berbagai produk,jasa dan pengalaman serta ide-ide.
Menurut Lamb, Hair dan Mc.Daniel menyatakan bahwa perilaku konsumen adalah proses seorang pelanggan dalam membuat keputusan untuk membeli, menggunakan serta mengkonsumsi barang-barang dan jasa yang dibeli, juga termasuk faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan pembelian dan penggunaan produk.(Rangkuti,2002:91)
Menurut Engel, Blackwell dan Miniard, menyatakan bahwa perilaku konsumen adalah tindakan yang langsung terlibat dalam mendapatkan, mengkonsumsi dan menghabiskan produk dan jasa termasuk proses keputusan yang mendahului dan mengikuti tindakan ini.
Perilaku konsumen dapat disarikan dari semua definisi diatas sebagai studi tentang proses pengambilan keputusan oleh konsumen dalam memilih, membeli,memakai serta memanfaatkan produk,jasa,gagasan, atau pengalaman dalam rangka memuaskan kebutuhan dan hasrat konsumen.
Terdapat beberapa hal yang mempengaruhi perilaku konsumen, yaitu :
1. Konsumen adalah raja
Ia memiliki kemampuan penuh untuk menyaring semua upaya untuk mempengaruhi, dengan hasil bahwa semua yang dilakukan oleh perusahaan harus disesuaikan dengan motivasi dan perilaku konsumen.
2. Motivasi dan perilaku konsumen dapat dipahami melalui penelitian
Hal-hal yang berkaitan dengan motivasi dan perilaku dapat diketahui melalui penelitian, sehingga penelitian ini dipakai sebagai acuan dalam membuat program pemasaran, perencanaan periklanan, perencanaan promosi sehingga hal-hal yang terjadi pada masa yang akan datang dapat diprediksi.
Pemikiran konsumen
Sebelum dan sesudah melakukan pembelian, seorang konsumen akan melakukan sejumlah proses pemikiran konsumen, yakni:
Pengenalan masalah (problem recognition) Konsumen akan membeli suatu produk sebagai solusi atas permasalahan yang dihadapinya. Tanpa adanya pengenalan masalah yang muncul, konsumen tidak dapat menentukan produk yang akan dibeli.
Pencarian informasi (information source) Setelah memahami masalah yang ada, konsumen akan termotivasi untuk mencari informasi untuk menyelesaikan permasalahan yang ada melalui pencarian informasi. Proses pencarian informasi dapat berasal dari dalam memori (internal) dan berdasarkan pengalaman orang lain (eksternal).
Mengevaluasi alternatif (alternative evaluation). Setelah konsumen mendapat berbagai macam informasi, konsumen akan mengevaluasi alternatif yang ada untuk mengatasi permasalahan yang dihadapinya.
Keputusan pembelian (purchase decision). Setelah konsumen mengevaluasi beberapa alternatif strategis yang ada, konsumen akan membuat keputusan pembelian. Terkadang waktu yang dibutuhkan antara membuat keputusan pembelian dengan menciptakan pembelian yang aktual tidak sama dikarenakan adanya hal-hal lain yang perlu dipertimbangkan.
Evaluasi pasca-pembelian (post-purchase evaluation) merupakan proses evaluasi yang dilakukan konsumen tidak hanya berakhir pada tahap pembuatan keputusan pembelian.Setelah membeli produk tersebut, konsumen akan melakukan evaluasi apakah produk tersebut sesuai dengan harapannya. Dalam hal ini, terjadi kepuasan dan ketidakpuasan konsumen. Konsumen akan puas jika produk tersebut sesuai dengan harapannya dan selanjutnya akan meningkatkan permintaan akan merek produk tersebut pada masa depan. Sebaliknya, konsumen akan merasa tidak puas jika produk tersebut tidak sesuai dengan harapannya dan hal ini akan menurunkan permintaan konsumen pada masa depan.


Segmentasi Pasar

SEGMENTASI PASAR
Pengertian segmentasi pasar
Segmentasi pasar adalah pengelompokkan pasar menjadi kelompok-kelompok konsumen yang homogen, dimana tiap kelompok (bagian) dapat dpilih sebagai pasar yang dituju (ditargetkan) untuk pemasaran suatu produk. Agar segmentasi pasar atau pengelompokkan pasar dapat berjalan dengan efektif maka harus memenuhi syarat-syarat pengelompokkan pasar sebagai berikut :
1. Measurability, yaitu ciri-ciri atau sifat-sifat tertentu pembeli harus dapat diukur atau dapat didekati.
2. Accessibility, yaitu suatu keadaan dimana perusahaan dapat secara efektif memusatkan (mengarahkan) usaha pemasarannya pada segmen yang telah dipilih.
3. Substantiability, yaitu segmen pasar harus cukup besar atau cukup menguntungkan untuk dapat dipertimbangkan program-program pemasarannya.
DASAR SEGMENTASI PASAR
Dalam menyusun strategi segmentasi, langkah pertama yang harus dilakukan adalah memilih dasar yang paling tepat untuk membagi pasar. Sembilan kategori utama karakteristik konsumen yang menjadi dasar untuk melakukan segmentasi adalah:
1. Segmentasi Geografis Pada segmentasi geografis, pasar dibagi menurut tempat. Teori dalam strategi ini adalah bahwa orang yang tinggal di daerah yang sama memiliki kebutuhan dan keinginan yang serupa, dan bahwa kebutuhan dan keinginan ini berbeda dari kebutuhan dan keinginan orang-orang yang tinggal di daerah-daerah lain. Sebagai contoh, penjualan produk makanan tertentu dan/atau bermacam-macam makanan lebih baik di satu daerah daripada di berbagai daerah lain. Misalnya, nasi gudeg penjualan paling baik di Yogyakarta, sate ayam penjualan paling baik di Madura, buah apel penjualan paling baik di Malang, dll. Segmentasi geografis merupakan strategi yang berguna bagi banyak pelaku pemasaran. Menemukan berbagai perbedaan berdasarkan geografis relative mudah untuk berbagai produk. Di samping itu, segmen-segmen geografis dapat dicapai dengan mudah melalui media local, yang mencakup surat kabar, TV, radio, dan majalah.
2. Segmentasi Demografis Karakteristik demografis yang paling sering digunakan sebagai dasar untuk segmentasi pasar antara lain:
·         Usia,
·         Gender (jenis kelamin),
·         Status perkawinan,
·         Pendapatan, pendidikan, dan pekerjaan, dsb.
Demografis membantu menemukan pasar target atau sasaran. Informasi demografis merupakan cara yang paling efektif dari segi biaya dan paling mudah diperoleh untuk mengenali target. Data-data demografis lebih mudah diukur daripada berbagai variabel segmentasi lain. Berbagai variabel denografis mengungkapkan kecenderungan yang memberikan isyarat berbagai peluang bisnis, seperti pergeseran usia, jenis kelamin, dan distribusi penghasilan.
3. Segmentasi Psikologis Karakteristik psikologis merujuk ke sifat-sifat diri atau hakiki konsumen perorangan. Strategi segmentasi konsumen sering didasarkan pada berbagai variabel psikologis khusus. Misalnya, para konsumen dapat dibagi menurut motivasi, kepribadian, persepsi, pengetahuan, dan sikap.
4. Segmentasi Psikografis Bentuk riset konsumen terapan ini biasa disebut analisis gaya hidup. Profil psikografis salah satu segmen konsumen dapat dianggap sebagai gabungan berbagai kegiatan (activities), minat (interests), dan pendapat (opinions) (AIO) konsumen yang dapat diukur. Dalam bentuk yang paling umum, studi psikografis AIO menggunakan serangkaian pernyataan (daftar pernyataan psikografis) yang dirancang untuk mengenali berbagai aspek yang relevan mengenai kepribadian, motif membeli, minat, sikap, kepercayaan, dan nilai-nilai konsumen.

5. Segmentasi Sosial Budaya Berbagai variabel sosiologis (kelompok) dan antropologis (budaya) yaitu variabel sosial budaya menjadi dasar-dasar lebih lanjut bagi segmentasi pasar. Sebagai contoh, berbagai pasar konsumen telah berhasil dibagi lagi menjadi berbagai segmen berdasarkan tahap dalam siklus kehidupan keluarga, kelas sosial, nilai-nilai budaya inti, keanggotaan subbudaya, dan keanggotaan lintas budaya.
6. Segmentasi Terkait Pemakaian Bentuk segmentasi ini sangat popular dan efektif dalam menggolongkan konsumen menurut karakteristik produk, jasa, atau pemakaian merek, seperti tingkat pemakaian, tingkat kesadaran, dan tingkat kesetiaan terhadap merek. Segmentasi tingkat pemakaian membedakan antara pemakai berat, pemakai menengah, pemakai ringan, dan bukan pemakai produk, jasa, atau merek khusus.
7. Segmentasi Situasi Pemakaian Para pemasar memfokuskan pada situasi pemakaian sebagai variabel segmentasi disebabkan oleh kesempatan atau situasi sering menentukan apa yang akan dibeli atau dikonsumsi para konsumen.
8. Segmentasi Manfaat Berubahnya gaya hidup memainkan peran utama dalam menentukan manfaat produk yang penting bagi konsumen, dan memberikan peluang bagi pemasar untuk memperkenalkan produk dan jasa baru. Segmentasi manfaat dapat digunakan untuk mengatur posisi berbagai merek ke dalam golongan produk yang sama.
9. Segmentasi Gabungan Tiga pendekatan segmentasi gabungan (hybrid segmentation approach) adalah:
·         Profil Psikografis-Demografis
Profil psikografis dan demografis merupakan pendekatan yang saling melengkapi yang akan memberikan hasil maksimal jika digunakan bersama.
·         Segmentasi Geodemografis
Jenis segmentasi gabungan ini didasarkan pada pendapat bahwa orang yang hidup dekat dengan satu sama lain mungkin mempunyai keuangan, selera, pilihan, gaya hidup, dan kebiasaan konsumsi yang sama.
·         VALS 2

System VALS secara lebih tegas memfokuskan pada usaha menjelaskan perilaku membeli konsumen.

Jurnal Perilaku Konsumen

Jurnal Perilaku Konsumen

Tema : Perilaku Konsumen

PENTINGNYA Kualitas Pelayanan DAN KEPUASAN PELANGGAN TERHADAP LOYALITAS KONSUMen

                                                            Endang Ruswanti
Universitas Indonusa Esa Unggul


ABSTRAK
Pelayanan ekonomi memiliki peranan sama dalam perekonomian di negara-negara berkembang tetapi dampak total ekonomi lebih kecil dari pada aktifitas layanan sehingga mendorong penyedia pelayanan dapat menemukan metode yang tepat untuk menyenangkan pelanggan, tujuan penulisan ini adalah untuk mencapai kepuasan pelanggan  merupakan konsep yang terkenal dan mandiri pada beberapa wilayah seperti dalam bidang pemasaran, riset konsumen, psychologi ekonomi, kesejahteraan ekonomi. Dengan metode yang digunakan berdasarkan hasil studi pustaka, maka kesimpulannya adalah bahwa kepuasan adalah perasaan yang dihasilkan dari sebuah proses evaluasi tentang apa yang diterima terhadap apa yang diharapkan termasuk keputusan pembelian akan barang itu sendiri, maupun kebutuhan dan keinginan yang di asosiasikan pembelian.

ABSTRACT
Economy has a role similar services in the economy in developing countries but the impact is smaller than the total economy on service activities that encourage serviceproviders to find the right method to please customers, the purpose of this paper is toachieve customer satisfaction is a concept well known and independent on some regions such as in the field of marketing,  consumer research, economic psychology, economic well-being. With the method used is based on the results of literature study, then the conclusion is that satisfaction is the feeling that results from a process of evaluation about what is acceptable to what is expected to include a decision to purchase the goods them selves, as well as the need and desires of the associated purchase.



Pendahuluan
Dekade abad yang lalu dan abad ini didesain, melalui perkembangan yang cepat terhadap aktivitas layanan dan semakin penting nilai pelayanan di keseluruhan struktur ekonomi. Hal ini merujuk kepada negara-negara yang sangat maju dimana aktivitas pelayanan disebutkan sebagai inspirasi kunci dalam keseluruhan pengembangan sosial dan ekonomi. Terdapat berbagai kontribusi penting dalam aktifitas kualitas pelayanan, perkembangan yang cepat dan aplikasi tehnologi modern memperlebar penawaran sektor pelayanan yang secara signifikan merubah struktur keseluruhan perekonomian. Tehnologi informasi telah memiliki kontribusi yang besar pada proses perubahan relasi berbagai aktifitas pelayanan. Banyaknya permintaan atas jasa pelayanan yang berkualitas tinggi sangatlah penting untuk dicapai agar kepuasan pelanggan yang direfleksikan secara positif dalam persaingan, untuk keuntungan bisnis perusahaan pelayanan jasa.
Dipengaruhi oleh percepatan internasionalissasi perusahaan jasa saat ini, sejumlah studi telah menguji berbagai penilaian kualitas pelayanan pada budaya negara yang berbeda. Kualitas pelayanan jasa yang dipersepsikan diantara orang-orang dengan budaya yang berbeda telah diteliti Sureshchandra (2000; 363). Studi yang komperhensif tentang perbedaan nilai budaya telah dilakukan Hostede (2007;27). Budaya disebutkan bukanlah karakteristik individual namun menekankan kelompok yang dikondisikan oleh pendidikan dan pengalaman hidup yang sama.  tujuan penulisan ini adalah untuk memcapai kepuasan pelanggan merupakan konsep yang terkenal dan mandiri pada beberapa wilayah seperti dalam bidang pemasaran, riset konsumen, psychologi ekonomi, kesejahteraan ekonomi. Dengan metode yang digunakan berdasarkan hasil studi pustaka, maka kesimpulannya adalah bahwa kepuasan adalah perasaan yang dihasilkan dari sebuah proses evaluasi tentang apa yang diterima terhadap apa yang diharapkan termasuk keputusan pembelian akan barang itu sendiri, maupun kebutuhan dan keinginan yang diasosiasikan pembelian.


PEMBAHASAN

Kualitas Pelayanan

Kualitas pelayanan ditentukan oleh bagaimana tingkat kesesuaian antara pelayanan yang diberikan dengan pelayanan yang diharapkan pelanggan (Parasuraman dkk, 1994;44) akin tinggi kualitas pelayanan yang dirasakan akan semakin tinggi tingkat kepuasan pelanggan. Selanjutnya semakin berdampak positif pada niat pembelian konsumen. Beberapa studi mengemukakan bahwa kualitas pelayanan memiliki hubungan yang erat dengan kepuasan pelanggan. Kualitas pelayanan mempengaruhi kepuasan pelanggan dan pada akhirnya berpengaruh terhadap loyalitas pelanggan (Cronin dan Taylor, 1992; 56).
Kepuasan pelanggan adalah konskuensi utama kualitas pelayanan dan dapat menentukan kesuksesan dalam jangka panjang pada organisasi penyedia jasa (Parasuraman, 1994;240) secara umum kepuasan pelanggan dipengaruhi oleh ekpektasi pelanggan atau antisipasi awal untuk menerima pelayanan dan diperkirakan dengan persamaan bahwa Kepuasan pelanggan sama dengan Persepsi performa dikurangi ekspektasi (Zeithaml (1996;31). Jika diterjemahkan dalam bentuk pelayanan adalah perbedaan antara kualitas pelayanan yang diterima dengan kepuasan yang diperoleh. Lebih lanjut konsumen dapat mendeferensiasikan antara ekspektasi pelayanan dan persepsi pelayanan.
Ekpektasi pelayanan merupakan kombinasi prediksi antara harapan dan kenyataan yang diterima pelanggan dan terjadi selama transaksi pembelian pelayanan.  Lovelock dan Weitz (1995;45) mengemukakan bahwa bisnis jasa dipandang sebagai suatu sistem yang terdiri dari sistem operasi jasa dan sistem penyampaian jasa. Suatu sistem, bisnis jasa terdiri dari sistem operasi jasa, dan sistem penyampaian jasa yang merupakan bagian-bagian yang dapat dilihat oleh konsumen yaitu lingkungan phisik dan kontak langsung, dan bagian yang tidak terlihat oleh konsumen dianggap sebagai kegiatan teknis inti, bahkan yang keberadaannya tidak diketahui oleh konsumen, tapi dapat dirasakan hasil kegiatannya.

Pelayanan
Persepsi pelayanan dapat ditetapkan sebagai pelayanan global melalui sikap konsumen yang berkaitan dengan superioritas pelayanan (Oliver 1991; Pasuraman dkk, 1988). Kepuasan pelanggan merupakan faktor utama dalam menilai kualitas pelayanan, dimana konsumen menilai kinerja pelayanan yang diterima dan yang dirasakan secara langsung terhadap suatu pelayanan menurut Cronin dan Tailor (1992). Untuk memahami hubungan antara kualitas pelayanan yang dipersepsikan dan kepuasan konsumen secara detail seseorang dengan menggunakan konsep zona toleransi  yang dikemukakan oleh Reiman (2008).
Konsep ini muncul dari literatur manajemen pelayanan dan perilaku konsumen (Reimann dkk, 2008;73). Jika kualitas pelayanan dibawah zona toleransi pelanggan merupakan dampak dari tingginya kekecewaan, sedangkan kualitas pelayanan diatas zona toleransi pelanggan diperkirakan memuaskan atau menyenangkan pelanggan (Berry dan Pasuraman, 1991; Davis dan Heineke, 1994). Sedangkan Johnston (1995;61) menyebutkan bahwa  zona toleransi itu memiliki tiga perbedaan.
Zona pertama merupakan ekspektasi pra-performa pelanggan, tidak dapat ditolak, dapat diterima atau lebih dari dapat diterima. Proses pelayanan yang secara langsung berkaitan dengan persepsi kualitas pelayanan merupakan zona toleransi kedua dan dapat muncul kurang memadai, selanjutnya menuju kepada performa yang memadai. Zona ketiga adalah status hasil, yakni menghasilkan pelanggan yang kecewa, pelanggan yang puas atau gembira (Kennedy dan Thirkell, 1988;9). Sedangkan hasil riset Johnston (1995;91) menyebutkan sementara manajer pemasaran memainkan peranan penting dalam mempengaruhi ekpektasi pra-performa, manajer operasional seringkali memainkan peranan utama dalam mengatur persepsi pelanggan selama pemberian pelayanan.
Konsep zona toleransi ini sangat berguna, ketika perusahaan mencoba memahami variabilitas ekspektasi dan persepsi pelayanan konsumen sebagaimana kepuasan pelanggan. Karena itu zona-zona ini dapat diajukan sebagai perangkat diagnostik bernilai untuk menentukan kualitas pelayanan yang dipersepsikan (Kettingger dan Lee 2005; Liljander dan Stranvinsvik 1993; Pasurahman dkk, 1994). Kualitas pelayanan didefinisikan sebagai berikut: 1) kualitas adalah penyesuaian spesifikasi 2) kualitas merupakan pertukaran yang adil antara harga dan nilai jasa 3) kualitas adalah potensi penggunaan 4) kualitas adalah tahapan dimana spesifikasi konsumen dipenuhi.

Kualitas Pelayanan
Kualitas pelayanan dinilai sebagai keseluruhan harga, kualitas pelayanan memiliki gap antara dimensi kualitas yang diberikan dengan yang diharapkan konsumen. Parasurahman dkk (1994;210) mengemukakan bahwa konsumen lebih memiliki kesulitan untuk mengevaluasi kualitas pelayanan jasa dari pada kualitas pelayanan produk. Persepsi kualitas pelayanan adalah hasil perbandingan penghargaan konsumen dengan performa pelayanan yang dialami. Evaluasi kualitas tidak berdasarkan pada pelayanan tetapi atas proses pemberian pelayanan. Kualitas pelayanan yang dirasakan  merupakan hasil perbandingan antara pelayanan yang diharapkan dengan yang dirasakan (Bery 1990;34).
Groonros (2001;150) menyebutkan bahwa terdapat dua dimensi kualitas pelayanan yaitu kualitas fungsional dan kualitas tehnis. Kualitas tehnis ditentukan melalui jawaban atas pertanyaan apa yang diperoleh konsumen. Sebagai contoh jika konsumen menabung di Bank maka konsumen mendapat bunga, jika konsumen belanja direstoran X maka konsumen akan mendapatkan makanan yang bergizi dengan harga murah. Namun demikian sangat penting jika kualitas tehnis diberikan pada pelanggan. Itulah mengapa kualitas fungsional merupakan cara untuk mendapatkan pelayanan. Misalnya jasa transportasi bus adalah mencapai tujuan tepat waktu. Dimensi kualitas fungsional akan dapat meningkatkan nilai pelayanan secara lebih besar bagi pelanggan dan memungkinkan keuntungan kompetitif yang dibutuhkan.
Mengingat bahwa produk kualitas pelayanan merupakan interaksi antara konsumen dan elemen-elemen dalam organisasi pelayanan. Leihtinen (Lewis, 1990;11) menyebutkan bahwa terdapat tiga dimensi kualitas pelayanan antara lain (1) kualitas fisik merepresentasikan aspek-aspek fisik pelayanan (2) kualitas korporasi mengekpresikan image perusahaan pelayanan (3) kualitas interaksi yang dihasilkan dari interaksi antara staff pelayanan dan konsumen, dan konsumen itu sendiri.
Sedangkan Rust dan Oliver mendukung model Gronross (2001;151) dengan menambahkan menjadi tiga dimensi yaitu kualitas tehnis, pemberian pelayanan atau kualitas fungsional, dan lingkungan pelayanan. Parasuraman dkk (1990;34) telah meneliti dalam empat cabang pelayanan antara lain perbankan, perusahaan kartu kredit, broker saham dan jasa pelayanan alat rumah tangga. Temuannya menunjukkan bahwa ekpektasi dan persepsi kualitas pelayanan dipengaruhi oleh sepuluh (10) faktor meliputi: reliabilitas, sensibilitas, daya saing, aksesibilitas, etika, komunikasi, kredibilitas, keamanan, pemahaman dan komitmen konsumen, dan wujud.
Perkembangan selanjutnya pada model pengukuran kualitas pelayanan yang disampaikan oleh Pasuraman dkk (1994;34) menyimpulkan bahwa agar sepuluh dimensi dapat diterima maka dikerucutkan menjadi 5 dimensi sebagai berikut: (1) berwujud adalah objek fisik, perlengkapan, tampilan pelayanan (2) Reliabilitas adalah kemampuan menyampaikan pelayanan sesuai dengan yang dijanjikan (3) Sensitivitas meruakan harapan untuk melayani konsumen dan menyediakan pelayanan yang cepat (4) Keamanan merupakan pengetahuan dan kesopanan karyawan serta kemampuan mereka untuk dapat dipercaya (5) Empati adalah kepedulian atau perhatian terhadap konsumen secara individual. 
Keamanan dan empati sebenarnya telah mewakili tujuh dimensi kualitas pelayanan yakni daya saing, aksessibilitas, kesopanan, komunikasi, kredibilitas, pemahaman, keamanan dan komitmen konsumen. Dengan mengurangi jumlah dimensi kualitas pelayanan tidak berarti mengurangi akurasi pengukuran kualitas pelayanan. Perbedaan opini terjadi pada dimensi kualitas pelayanan, akan tetapi sulit untuk meniadakan beberapa pendekatan diatas sebagai pendekatan dianggap yang paling dapat diterima dalam menjelaskan dan memahami esensi dari persepsi kualitas pelayanan. Zeithamal dan Bitner (2003) mendefinisikan kualitas pelayanan sebagai penilaian global atau sikap terkait superioritas pelayanan. Secara umum telah diterima bahwa kualitas pelayanan adalah merupakan konsep multidimensional. Terdapat beberapa model kualitas pelayanan dalam literatur. Salah satu model yang digunakan secara luas adalah SERVQUAL, yang dikembangkan oleh Pasuraman, Zeithaml dan Berry (1990;34). Model yang diajukan menyebutkan bahwa layanan kualitas diukur dengan lima dimensi: realibilitas, jaminan, wujud, empati dan respon.
Reliabilitas merujuk pada kemampuan organisasi untuk melaksanakan pelayanan yang dijanjikan secara handal dan akurat. Jaminan merujuk pada pengetahuan karyawan dan kemampuan mereka untuk menarik kepercayaan dan keyakinan. Berwujud merujuk pada lingkungan fisik organisasi seperti fasilitas-fasilitas, perangkat dan material komunikasi. Empati merujuk pada kesediaan karyawan dan staff untuk menyediakan perhatian secara individu pada konsumen. Responsif merujuk pada kesediaan karyawan untuk membantu konsumen dan menyediakan pelayanan tepat waktu. Setiap dimensi diukur dengan empat sampai lima item.
Model merupakan seperangkat manajemen yang berguna karena ditujukan untuk mengindentifikasi kesenjangan antara ekspektasi konsumen dan persepsi mereka atas pelayanan. Pengukuran persepsi versus ekspektasi telah menjadi isu yang diperdebatkan beberapa literatur. Sementara nampak logis bahwa dalam mengindentivikasi kesenjangan merupakan cara terbaik untuk menentukan kualitas, mengindentifikasi kemungkinan persoalan dan memprediksi loyalitas. Tian (2002;34) mempertanyakan model kesenjangan dan menyatakan bahwa dalam mengukur persepsi sendiri mungkin menjadi indikator kualitas pelayanan.
Kualitas yang lebih baik dari pada mengukur perbedaan antara ekspektasi dan persepsi seperti yang dikemukakan oleh  Zeithaml (2009;17). Dari sudut pandang metodologi tidaklah selalu mudah untuk mengadopsi pendekatan kesenjangan ini. Karena setting kehidupan yang nyata membutuhkan pengumpulan data dua kali yakni sebelum dan sesudah menggunakan pelayanan jasa. Akan tetapi dari sudut pandang manajemen untuk mengindentifikasi kesenjangan perlu adanya evaluasi pelayanan dari pelanggan. Strategi dapat didesain dengan tujuan untuk menutup kesenjangan-kesenjangan dan menggunakan kesenjangan ini dengan tujuan memprediksi kepuasan dan niat berperilaku.
Pentingnya mengukur kualitas pelayanan telah terjustifikasi dengan baik dalam beberapa literatur. Studi terdahulu telah menunjukkan bahwa evaluasi kualitas pelayanan sangat berkaitan terhadap niat berperilaku positif dan loyalitas konsumen. Skor negatif dalam model kesenjangan merupakan menunjukkan kekhawatiran organisasi, karena akan diartikan bahwa pelanggan akan segera berhenti melakukan pembelian jasa, jika tidak ada tindakan yang dilakukan. Sebagaimana dijelaskan niat pembelian adalah merupakan faktor utama untuk mengetahui perilaku pembelian konsumen.
Secara tradisional kualitas pelayanan telah dikonsepkan sebagai perbedaan antara pengharapan konsumen mengenai sebuah pelayanan yang akan diterima dan persepsi dari pelayanan yang diterima (Gronroos, 2001; Parasuraman dkk, 1988 dalam Ahbar dan parvez, 2009). Kualitas pelayanan jasa juga dikonsepkan sebagai keseluruhan kesan pelanggan atas inferioritas atau superioritas relatif pelayanan (Zeithaml dkk, 1990). Sedangkan Parasuraman dkk, (1988) mengindentifikasikan lima dimensi kualitas pelayanan yang menghubungkan karakteristik pelayanan spesifik pada pengharapan para pelanggan.
Adapun lima dimensiitu adalah (a) Nyata-fasilitas fisik, peralatan dan kemunculan pelayan (b) Empati - kepedulian dan perhatian individual (c) Jaminan kepastian-pengetahuan dan kesopanan karyawan dan kemampuan dalam memberikan kepercayaan (d) Reliabilitas-kemampuan untuk menunjukkan pelayanan yang dijanjikan secara akurat dan dapat diandalkan (e) Kemampuan merespon adalah kemampuan untuk membantu pelanggan dan menyediakan pelayanan dengan tepat waktu.
Setelah melalui beberapa tinjauan ulang secara komprehensif tentang kajian kualitas pelayanan, Asubonteng dkk (1996) telah menyimpulkan bahwa jumlah dimensi kualitas pelayanan bervariasi dalam industri yang berbeda. Sedangkan Sureshchannda dkk (1988) telah mengindentifikasi kualitas pelayanan menjadi lima jika dipandang dari sudut konsumen atau pelanggan. Diantaranya inti pelayanan, elemen manusia dalam pengiriman tanggung jawab sosial. Ternyata terdapat kemiripan dengan definisi yang disebutkan (Parasuraman dkk, 1998) layanan, sistematika pengiriman pelayanan, dan bentuk nyata pelayanan.

Kepuasan Pelanggan
Zeithaml dan Bitner (2003;209) menyebutkan bahwa kepuasan adalah respon pemenuhan kebutuhan pelanggan. Kepuasan merupakan penilaian bahwa sebuah fitur produk atau pelayanan, atau produk atau pelayanan itu sendiri, menyediakan level pemenuhan terkait konsumsi yang menyenangkan. Telah disebutkan bahwa kepuasan pelanggan merupakan sebuah konsep yang lebih luas dari pada kualitas pelayanan karena mencakup evaluasi kognitif dan afektif. Sedangkan evaluasi kualitas pelayanan merupakan prosedur kognitif dan afektif dan evaluasi kualitas pelayanan merupakan prosedur kognitif utama.
Sejumlah studi pada literatur pelayanan pemasaran telah melaporkan bahwa kedua konstruk kualitas pelayanan dan kepuasan pelanggan berkaitan dengan sangat kuat (Alexandris dkk, 2001; Caruana, 2002; Cronin dan Taylor, 1992; Spreng dan Chiou, 2002). Hanya sedikit yang melakukan penelitian hubungan antara kualitas pelayanan dan kepuasan pada aktivitas luar ruangan seperti rekreasi kesejumlah tempat-tempat pariwisata. Zeithaml dkk, (2009) mengemukakan bahwa kualitas pelayanan merupakan komponen dari kepuasan pelayanan. Faktor penting dalam menentukan kualitas pelayanan adalah perseived quality yaitu tingkatan kualitas pelayanan yang dirasakan pengguna atau konsumen, dipengaruhi oleh pengalaman-pengalaman pelayanan sebelumnya.
Nilai kualitas yang dirasakan adalah pendekatan menyeluruh dari utilitas suatu produk atau jasa pelayanan berdasarkan persepsi terhadap apa yang dirasakan atau nilai trade off antara jumlah manfaat dengan biaya yang dirasakan pelanggan (Zeithaml, 1988; Chen, 2008). Service Performance adalah kinerja dari pelayanan yang diterima konsumen itu sendiri dan nilai kualitas dari pelayanan yang benar-benar dirasakan pelanggan. Service Performance dapat menjawab permasalahan yang muncul dalam menentukan kualitas jasa karena bagaimanapun konsumen bisa menilai kualitas yang mereka terima dari suatu produsen tertentu, bukan pada persepsi mereka atas kualitas jasa pada umumnya (Cronin 1992;68)
Loyalitas Pelanggan
Kepuasan merupakan perasaan senang atau kecewa seseorang yang muncul setelah membandingkan antara persepsi dengan hasil atau kinerja suatu jasa dengan harapannya. Kepuasan merupakan prediksi kepercayaan konsumen terhadap apa yang akan terjadi.  Sedangkan (Chen 2009;12) mengemukakan bahwa konsep kepuasan total adalah merupakan evaluasi menyeluruh dari konsumen setelah merasakan suatu pelayanan atas pengalaman sebelumnya Hasil temuannya menunjukkan bahwa kualitas pelayanan berpengaruh langsung dan signifikan terhadap kepuasan dan berpengaruh positif terhadap perceived value.
Zeithaml, dan Bitner (2003;203) mengemukakan bahwa kepuasan adalah evaluasi konsumen dari sebuah produk atau jasa yang dapat memenuhi kebutuhan dan pengharapan mereka. Komponen sikap, konsumen mewakili pengertian seperti melakukan pembelian ulang, keinginan merekomendasikan kepada konsumen yang lain, dan komitmen terhadap perusahaan untuk tidak beralih kepada perusahaan kompetitor (Cronin dan Taylor, 1992; Narayandras, 1996). Pada kondisi ataupun bentuk lain aspek perilaku loyalitas konsumen seperti dicontohkan bahwa konsumen melakukan pembelian ulang, merekomendasikan perusahaan pada pihak lain, dan mencerminkan kemungkinan untuk memilih merek dalam jangka panjang (Feick dkk, 2001). Jadi loyalitas konsumen mengekpresikan perilaku yang dimaksudkan, dan berhubungan dengan produk atau pelayanan perusahaan.
Pearson (1996) mendefinisikan loyalitas konsumen sebagai pola pikir pelanggan yang memegang perilaku menguntungkan terhadap perusahaan, berkomitmen untuk membeli kembali dan merekomendasikan produk atau jasa pelayanan kepada orang lain. Boselie dkk, (2002) mengemukakan bahwa kepuasan adalah keadaan positif afektif yang dihasilkan dari penilaian keseluruhan aspek, hubungan satu pihak dengan pihak lainnya.  Kepuasan merupakan salah satu diantara beberapa penyebab terbentuknya loyalitas konsumen. Sebagaimana didefinisikan oleh para peneliti bahwa loyalitas konsumen sebagai suatu bentuk sikap dan perilaku konsumen.
Krittinger (2005;623) mendefinisikan loyalitas bahwa pelanggan lebih mengarah kepada perilaku, yang ditunjukkan dengan suatu pembelian rutin berdasarkan proses pengambilan keputusan. Konsumen yang memiliki loyalitas tinggi terhadap perusahaan merupakan aset yang bernilai bagi perusahaan. Adapun karakteristik  konsumen yang memiliki loyalitas tinggi memiliki ciri bahwa pelanggan melakukan pembelian ulang secara teratur, pelanggan dalam membeli juga membeli di luar lini produk atau jasa, pelanggan mengajak orang lain untuk melakukan pembelian, pelanggan menunjukkan kesetiaan dengan tidak membeli produk atau jasa perusahaan pesaing.
Kualitas Pelayanan jasa
jasa
Gambar 1: Hubungan antara kualitas pelayanan, kepuasan pelanggan terhadap Loyalitas pelanggan
Kepuasan pelanggan

Loyalitas pelanggan
 
(Sumber: Zeithaml, Bitner dan Glemler, 2009)

PENUTUP
Kesimpulan

Kepuasan pelanggan adalah konskuensi utama kualitas pelayanan dan dapat menentukan kesuksesan dalam jangka panjang pada organisasi penyedia jasa (Parasuraman, 1994;240) secara umum kepuasan pelanggan dipengaruhi oleh ekpektasi pelanggan atau antisipasi awal untuk menerima pelayanan dan diperkirakan dengan persamaan bahwa Kepuasan pelanggan sama dengan Persepsi performa dikurangi ekspektasi (Zeithaml (1996;31). Jika diterjemahkan dalam bentuk pelayanan adalah perbedaan antara kualitas pelayanan yang diterima dengan kepuasan yang diperoleh. Lebih lanjut konsumen dapat mendeferensiasikan antara ekspektasi pelayanan dan persepsi pelayanan. Ekpektasi pelayanan merupakan kombinasi prediksi antara harapan dan kenyataan yang diterima pelanggan dan terjadi selama transaksi pembelian pelayanan.  Lovelock dan Weitz (1995;45) mengemukakan bahwa bisnis jasa dipandang sebagai suatu sistem yang terdiri dari sistem operasi jasa dan sistem penyampaian jasa. Suatu sistem, bisnis jasa terdiri dari sistem operasi jasa, dan sistem penyampaian jasa yang merupakan bagian-bagian yang dapat dilihat oleh konsumen yaitu lingkungan phisik dan kontak langsung, dan bagian yang tidak terlihat oleh konsumen dianggap sebagai kegiatan teknis inti, bahkan yang keberadaannya tidak diketahui oleh konsumen, tapi dapat dirasakan hasil kegiatannya.
Saran-saran
1.      Keterbatasan penelitian yang dilakukan oleh Ahbar dan Paarvez (2009) perlu dilanjutkan antara lain data terbatas pada satu pelanggan perusahaan swasta telekomunikasi sehingga hasilnya berkemungkinan tidak sesuai dengan perusahaan komunikasi lain. Hasil temuan penelitian tidak bisa digeneralisasi untuk semua pelanggan di negara tersebut. Penelitian ini bukan penelitian eksperimen sehingga tidak mungkin untuk mengeliminasi pengaruh variabel luar yang tidak diinginkan.
2.      Hasil survey temuan Strauss, 2004 dalam Abdallat dan El-Emam terhadap responden 364 menunjukkan terdapat kelemahan hubungan antara kepuasan pelanggan terhadap loyalitas.  


DAFTAR PUSTAKA

Asubonteng, P., McCleary, K. J. dan Swan, J. E. “SERVQUAL revisited: a critical
            Review of Service Quality”. Journalof Services Marketing, Vol.10, No: 6, 1996.

Bitner, M. J. dan Zeithaml, V. A. “Service Marketing (3rd ed.), Tata McGraw Hill,
          New Delhi. 2003.

Boeselie, P., Hesselink, M. dan Wiele, T.V . “Empirical evidence for the relationship
             Between Customer Satisfaction and Business Performance”. Managing Service
             Quality, Vol. 12, No: 3, 2002

Cronin Jr. J.J, Tailor, SA, “Measuring Service Quality: a Reexamination and
            Extension” Journal of Marketing Vol. 56, 1992


Grönroos, C. “The perceived service quality concept - a mistake?” ManagingService
              Quality, Vol. 11, No: 3, 2001
.
Hofstede, Geert Cultural Dimensions, http://www.geerthofstede. com (accessed
             September 23, 2007.


Johnston, Robert “The Zone of Tolerance: Exploring the Relationship between Service
              Transactions and Satisfaction with the Overall Service,” International Journal of
              Service IndustryManagement, Vol. 6, No:2, 1995

Kettinger, W. J. dan Lee, C. C. “Perceived service quality and user satisfaction with the
             information services functions” Decision Sciences, Vol. 25, No: 5,1994

Kennedy, John R. and Peter C. Thirkell (, “An Extended Perspective on the Antecedents of
Satisfaction,” Journal ofConsumer Satisfaction, Dissatisfaction and Complaining   Behavior, Vol. 1, No: 1, 1998.

Kettinger, William J. and Choong  (Zones of Tolerance: Alternative Scales for Measuring
            Information Systems Service Quality,” MIS Quarterly, Vol. 29, No:4,  2005

Lewis, B. R.dan Mitchell, V. W.  “Defining and measuring the quality of  Customer
              Service”’. Marketing Intelligence and  Planning, Vol. 8, No:6,  1990.

Parasuraman, A., Leonard L. Berry, and Valarie A. Zeithaml , “Guidelines for        
           Conducting    Service Quality Research,” MarketingResearch, Vol. 2, No:4,  1990

Parasuraman,  A. Zeithaml, V. A., Berry, L.  “Alternative Scales For Measuring
           Service   Quality: A Comparative Assessment Based on Psychometric and Diagnostic
           Criteria,”Journal of Retailing Vol. 70, No; 3. 1994

Pearson, N. “Building brands directly: creating business value from customer
               Relationships”. Macmillan Business, Vol. 20, No: 6, 1996.

Reimann, M, Lunemann, U.F, dan Chase, R.B, “ Unsertainity avoidance as a Moderator
                of the Relationship Between Perceived Servise Quality and Customer Satisfaction”
                Journal of Servise Risearch Vol. 11 No: 63, 2008

Sureshchanndra, G. S., Rajendran, C. dan Anantharaman, R. N. “The Relationship
                Between Service Quality and Customer Satisfaction - a Factor Specific Approach”.
                Journal of Service Marketing, Vol. 16, No: 4,  2003

Tian-Cole, S., Crompton, J., dan Wilson, V. An Empirical Investigation of  The
              Relationships Between Service Duality, Satisfaction and Behavioral Intentions
              Among Visitors to a Wildlife Refuge. Journal of Leisure Research, Vol. 34, 2002

Zeithaml, V.A,. Bitner, M. J,. Gemler, D.D,. “Services Marketing, 5th Edition, Mc Graw
              Hill, Singapore. 2009
Zeithaml, V. A., dan Bitner, M. J. “Services Marketing: Integrating Customer Focus
             Across the Firm” New York: McGraw-Hill. 2003

Zeithaml, V., Berry, L., Parasuraman, A. The Behavioural Consequences of Service
               Quality. Journal of Marketing, Vol. 60, 1996.


Tugas Bahasa Indonesia: Kalimat Aktif dan Pasif

WASPADAI CALO UN
SELURUH siswa, baik SD, SMP maupun SMA saat ini dituntut untuk mempersiapkan diri dengan matang guna menghadapi UN yang sebentar lagi tiba. Bagi sebagian siswa UN merupakan momok menakutkan. Karena di sinilah nasib mereka ditentukan. Lulus dan tidaknya siswa sangat bergantung pada persiapan yang dilakukan. Begitu pentingnya UN bagi masa depan siswa, tak jarang cara apa pun akan ditempuh mereka untuk bisa lulus. Salah satu cara ditempuh adalah membeli kunci jawaban ujian dari calo UN. Harus diakui bahwa dalam setiap pelaksanaan ujian sering muncul oknum tidak bertanggung jawab yang mengaku bisa memberikan kunci jawaban soal ujian. Kehadiran oknum calo UN tersebut tentu sangat merugikan para siswa. Bukan hanya kerugian materi, keberadaan calo UN juga akan membuat siswa kurang percaya diri dalam menghadapi ujian. Karena itu, bagi siswa dan orang tua diharapkan selalu waspada jika bertemu dengan oknum yang mengaku bisa memberikan kunci jawaban UN. Bisa dipastikan informasi yang mereka bawa adalah bohong. Karena kunci keberhasilan lulus ujian nasional bukan terletak pada calo, melainkan dari siswa. Ditindak Tegas tidak bisa kita pungkiri bahwa keberadaan oknum calo sering membuat lengah siswa dan orang tua. Apalagi bagi mereka yang berpikiran pendek dan memiliki persiapan kurang maksimal dalam menghadapi ujian. Akhirnya jalan yang ditempuh adalah membeli kunci jawaban kepada calo UN yang tingkat kebenarannya sangat diragukan. Untuk menghindari dampak negatif akan keberadaan calo UN, langkah terbaik yang bisa diambil adalah memberikan pengertian kepada orang tua ataupun siswa agar tidak mudah terpengaruh dan percaya kepada calo UN. Khusus kepada siswa pihak sekolah dan guru diharapkan mampu memberikan motivasi agar mereka percaya diri dalam menghadapi ujian. Di samping itu, pemerintah harus bertindak tegas kepada para calo UN. Jika ditemukan dan terbukti menjadi calo, oknum tersebut harus diberi sanksi setimpal. Misalnya dihukum penjara. Hal itu dilakukan guna memberikan efek jera kepada pelaku serta oknum yang lain agar tidak melakukan perbuatan serupa.
Contoh kalimat aktif dan pasif :
Kalimat pasif :             saat ini dituntut untuk mempersiapkan diri
                                    nasib mereka ditentukan
                                    cara apa pun akan ditempuh mereka
                                    lulus ujian nasional bukan terletak pada calo
                                    siswa agar tidak mudah terpengaruh
Kalimat Aktif :            SELURUH siswa, baik SD, SMP maupun SMA saat ini dituntut untuk mempersiapkan diri dengan matang guna menghadapi UN yang sebentar lagi tiba

                                    

Tugas Bahasa Indonesia: Diksi

Dampak Pemanasan Global
Para ilmuan menggunakan model komputer dari temperatur, pola presipitasi, dan sirkulasi atmosfer untuk mempelajari pemanasan global. Berdasarkan model tersebut, para ilmuan telah membuat beberapa prakiraan mengenai dampak pemanasan global terhadap cuaca, tinggi permukaan air laut, pantai, pertanian, kehidupan hewan liar dan kesehatan manusia.

Iklim Mulai Tidak Stabil
Para ilmuan memperkirakan bahwa selama pemanasan global, daerah bagian Utara dari belahan Bumi Utara (Northern Hemisphere) akan memanas lebih dari daerah-daerah lain di Bumi. Akibatnya, gunung-gunung es akan mencair dan daratan akan mengecil. Akan lebih sedikit es yang terapung di perairan Utara tersebut. Daerah-daerah yang sebelumnya mengalami salju ringan, mungkin tidak akan mengalaminya lagi. Pada pegunungan di daerah subtropis, bagian yang ditutupi salju akan semakin sedikit serta akan lebih cepat mencair. Musim tanam akan lebih panjang di beberapa area. Temperatur pada musim dingin dan malam hari akan cenderung untuk meningkat. Daerah hangat akan menjadi lebih lembab karena lebih banyak air yang menguap dari lautan. Para ilmuan belum begitu yakin apakah kelembaban tersebut malah akan meningkatkan atau menurunkan pemanasan yang lebih jauh lagi. Hal ini disebabkan karena uap air merupakan gas rumah kaca, sehingga keberadaannya akan meningkatkan efek insulasi pada atmosfer. Akan tetapi, uap air yang lebih banyak juga akan membentuk awan yang lebih banyak, sehingga akan memantulkan cahaya matahari kembali ke angkasa luar, di mana hal ini akan menurunkan proses pemanasan (lihat siklus air). Kelembaban yang tinggi akan meningkatkan curah hujan, secara rata-rata, sekitar 1 persen untuk setiap derajat Fahrenheit pemanasan. (Curah hujan di seluruh dunia telah meningkat sebesar 1 persen dalam seratus tahun terakhir ini). Badai akan menjadi lebih sering. Selain itu, air akan lebih cepat menguap dari tanah. Akibatnya beberapa daerah akan menjadi lebih kering dari sebelumnya. Angin akan bertiup lebih kencang dan mungkin dengan pola yang berbeda. Topan badai (hurricane) yang memperoleh kekuatannya dari penguapan air, akan menjadi lebih besar. Berlawanan dengan pemanasan yang terjadi, beberapa periode yang sangat dingin mungkin akan terjadi. Pola cuaca menjadi tidak terprediksi dan lebih ekstrim.

Contoh kalimat diksi yang salah dan yang benar :
Prakiraan                                 : Perkiraan
Akan Memanas Lebih Dari     : Akan Lebih Memanas Daripada
Gunung – gunung Es              : Gunung Es
Malah                                      : Akan
Disebabkan Karena                 : Disebabkan Oleh
Merupakan                              : Yang Merupakan
Secara Rata – rata                   : Secara Merata
Di Seluruh Dunia                    : Di dunia

Dari                                         : Daripada