Monday, February 9, 2015

Tugas Softskill 3 : Pelanggaran Etika Bisnis di Indonesia

PT Freeport Indonesia

Perusahaan yang pernah terdaftar sebagai salah satu perusahaan multinasional terburuk tahun 1996, adalah potret nyata sektor pertambangan Indonesia. Keuntungan ekonomi yang dibayangkan tidak seperti yang dijanjikan, sebaliknya kondisi lingkungan dan masyarakat di sekitar lokasi pertambangan terus memburuk dan menuai protes akibat berbagai pelanggaran hukum dan HAM (salah satu berita dapat diakses dari situs news.bbc.co.uk), dampak lingkungan serta pemiskinan rakyat sekitar tambang.

WALHI sempat berupaya membuat laporan untuk mendapatkan gambaran terkini mengenai dampak operasi dan kerusakan lingkungan di sekitar lokasi pertambangan PT Freeport Indonesia. Hingga saat ini sulit sekali bagi masyarakat untuk mendapatkan informasi yang jelas dan menyeluruh mengenai dampak kegiatan pertambangan skala besar di Indonesia. Ketidak jelasan informasi tersebut akhirnya berbuah kepada konflik, yang sering berujung pada kekerasan, pelanggaran HAM dan korbannya kebanyakan adalah masyarakat sekitar tambang. Negara gagal memberikan perlindungan dan menjamin hak atas lingkungan yang baik bagi masyarakat, namun dilain pihak memberikan dukungan penuh kepada PT Freeport Indonesia, yang dibuktikan dengan pengerahan personil militer dan pembiaran kerusakan lingkungan.
Dampak lingkungan operasi pertambangan skala besar secara kasat mata pun sering membuat awam tercengang dan bertanya-tanya, apakah hukum berlaku bagi pencemar yang diklaim menyumbang pendapatan Negara? Matinya Sungai Aijkwa, Aghawagon dan Otomona, tumpukan batuan limbah tambang dan tailing yang jika ditotal mencapai 840.000 ton dan matinya ekosistem di sekitar lokasi pertambangan merupakan fakta kerusakan dan kematian lingkungan yang nilainya tidak akan dapat tergantikan. Kerusakan lingkungan yang terjadi di sekitar lokasi PT Freeport Indonesia juga mencerminkan kondisi pembiaran pelanggaran hukum atas nama kepentingan ekonomi dan desakan politis yang menggambarkan digdayanya kuasa korporasi.

Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI – Indonesian Forum for Environment) adalah forum organisasi lingkungan hidup non-pemerintah terbesar di Indonesia dengan perwakilan di 26 propinsi dan lebih dari 430 organisasi anggota. WALHI bekerja membangun transformasi sosial, kedaulatan rakyat, dan keberlanjutan kehidupan.

Laporan WALHI Tentang Dampak pencemaran Lingkungan Hidup Operasi Freeport-Rio Tinto di Papua
Laporan yang berjudul Dampak Lingkungan Hidup Operasi Pertambangan Tembaga dan Emas Freeport-Rio Tinto di Papua adalah laporan yang menyajikan gambaran tentang keberadaan Freeport yang independen mengenai dampak lingkungan akibat tambang Freeport, sebuah usaha bersama Freeport McMoRan dan Rio Tinto, yang meski merupakan salah satu tambang terbesar di dunia, beroperasi di bawah selimut rahasia di daerah terpencil Papua.
Laporan ini memaparkan kerusakan lingkungan berat dan pelanggaran hukum, berdasar sejumlah laporan pemantauan oleh pemerintah dan perusahaan yang tidak diterbitkan, termasuk Pengukuran Risiko Lingkungan (Environmental Risk Assessment, ERA) yang dipesan Freeport-Rio Tinto dan disajikan pada pemerintah Indonesia meski tak dipublikasikan untuk umum. Dalam laporan, masalah-masalah berikut ini dibahas, dan ditutup dengan saran untuk aksi.

Pelanggaran hukum:  Temuan kunci pada laporan ini adalah Freeport-Rio Tinto telah gagal mematuhi permintaan pemerintah untuk memperbaiki praktik pengelolaan limbah berbahaya terlepas rentang tahun yang panjang di mana sejumlah temuan menunjukkan perusahaan telah melanggar peraturan lingkungan. Kementerian Lingkungan Hidup tak kunjung menegakkan hukum karena Freeport-Rio Tinto memiliki pengaruh politik dan keuangan yang kuat pada pemerintah. Begitu kuatnya sampai-sampai proposal Freeport-Rio Tinto untuk mengelak dari standard baku mutu air sepertinya sedang dipertimbangkan.

Pemerintah secara resmi menyatakan bahwa Freeport-Rio Tinto:
• Telah lalai dalam pengelolaan limbah batuan, bertanggung jawab atas longsor berulang pada limbah batuan Danau Wanagon yang berujung pada kecelakaan fatal dan keluarnya limbah beracun yang tak terkendali (2000).
• Hendaknya membangun bendungan penampungan tailing yang sesuai standar teknis legal untuk bendungan, bukan yang sesuai dengan sistem sekarang yang menggunakan tanggul (levee) yang tidak cukup kuat (2001).
• Mengandalkan izin yang cacat hukum dari pegawai pemerintah setempat untuk menggunakan sistem sungai dataran tinggi untuk memindahkan tailing. Perusahaan diminta untuk membangun pipa tailing ke dataran rendah (2001, 2006).
• Mencemari sistem sungai dan lingkungan muara sungai, dengan demikian melanggar standar baku mutu air (2004, 2006).
• Membuang Air Asam Batuan (Acid Rock Drainage) tanpa memiliki surat izin limbah berbahaya, sampai pada tingkatan yang melanggar standar limbah cair industri, dan gagal membangun pos-pos pemantauan seperti yang telah diperintahkan (2006).

Pelanggaran dan pencemaran lingkungan:
• Tembaga yang dihamburkan dan pencemaran: Freeport dengan alasan mendapatkan biji tembaga mentah secepat mungkin, pengerukan dan pembuangan dilakukan tanpa pengolahan yang bersifat penghamburan tembaga dan pencemaran lingkungan. Lebih dari 3 miliar ton tailing dan lebih dari empat miliar ton limbah batuan akan dihasilkan dari operasi PTFI sampai penutupan pada tahun  2040. Secara keseluruhan, Freeport-Rio Tinto menyia-nyiakan 53.000 ton tembaga per tahun, yang dibuang ke sungai sebagai Air Asam Batuan (Acid Rock Drainage, ARD) dalam bentuk buangan (leachate) dan tailing. Tingkat pencemaran logam berat semacam ini sejuta kali lebih buruk dibanding yang bisa dicapai oleh standar praktik pencegahan pencemaran industri tambang.
• Air Asam Batuan (Acid Rock Drainage): Hampir semua limbah batuan dari tambang Grasberg sejak tahun 1980an sampai 2003 yang  berjumlah kira-kira 1.300 juta ton berpotensi membentuk asam. Limbah batuan ini dibuang ke sejumlah tempat di sekitar Grasberg dan menghasilkan ARD dengan tingkat keasaman tinggi mencapai rata-rata pH = 3. Kandungan tembaga pada batuan rata-rata 4.500 gram per  ton (g/t) dan eksperimen menunjukkan bahwa sekitar 80% tembaga ini akan terbuang (leach) dalam beberapa tahun.  Bukti menunjukkan   10 pencemaran ARD dengan tingkat kandungan tembaga sekitar 800 mg/L telah meresap ke air tanah di pegunungan tanah Papua disekitar daerah operasi Freeport yang terbilang sangat luas.
• Teknologi yang tak layak: Erosi dari limbah batuan mencemari perairan di gunung dan gundukan limbah batuan yang tidak stabil telah menyebabkan sejumlah kecelakaan, satu fatal. Kestabilan gundukan limbah batuan merupakan problema serius jangka panjang. Situs-situs penting bagi suku Amungme telah hancur olehnya, seperti Danau Wanagon yang sudah lenyap terkubur di bawah tempat pembuangan limbah batuan di Lembah Wanagon. Selain itu, sejumlah danau merah muda, merah dan jingga telah hilang dan padang rumput Carstenz saat ini didominasi oleh gundukan limbah batuan lainnya yang pada akhirnya akan menjulang hingga ketinggian 270 meter, dan menutupi daerah seluas 1,35 km2.
• Pembekapan tanaman: Pengendapan tailing membekap kelompok tanaman subur dengan menyumbat difusi oksigen ke zona akar tanaman, sehingga tanaman mati. Proses ini telah terjadi pada sebagian bagian besar ADA, meninggalkan tegakan mati pohon sagu dan pepohonan lain di daerah terkena dampak. Ini juga jadi ancaman bagi populasi species terancam setempat yang membutuhkan keragaman ekosistem hutan alam untuk bertahan hidup. Selain nilai konservasinya, endapan tailing juga menghancurkan sungai dataran rendah yang tinggi keragaman hayatinya, hutan hujan, dan lahan basah yang sangat vital bagi suku Kamoro untuk berburu, mencari ikan dan berkebun.
• Tingkat racun tailing dan dampak terhadap perairan: Sebagian besar kehidupan air tawar telah hancur akibat pencemaran dan perusakan habitat sepanjang daerah aliran sungai yang dimasuki tailing. Total Padatan Tersuspensi (TSS) dari tailing secara langsung berbahaya bagi insang dan telur ikan, serta organisme pemangsa, organisme yang membutuhkan sinar matahari (photosynthetic), dan organisme yang menyaring makanannya (filter feeding). Tembaga menghambat kerja insang ikan. Uji tingkat racun (toxicity) dan potensi peresapan biologis (bioavailability) di daerah terkena dampak operasi Freeport-Rio Tinto menunjukkan bahwa sebagian besar tembaga larut dalam air sungai terserap oleh mahluk hidup dan ditemukan pada tingkat beracun.
• Logam berat pada tanaman dan satwa liar: Dibandingkan dengan tanah alami hutan, tailing Freeport mengandung tingkat racun logam selenium (Se), timbal (Pb), arsenik (As), seng (Zn), mangan (Mn) dan tembaga (Cu) yang secara signifikan lebih tinggi. Konsentrasi dari beberapa jenis logam tersebut yang ditemukan dalam tailing melampaui acuan US EPA dan pemerintah Australia dan juga ambang batas ilmiah phytotoxicity. Hal ini menunjukkan kemungkinan timbulnya dampak racun pada pertumbuhan tanaman. Pengujian dan pengambilan sampel lapangan menunjukkan bahwa tanaman yang tubuh di tailing mengalami penumpukan logam berat pada jaringan (tissue), menimbulkan bahaya pada mahluk hutan yang memakannya. Semua spesies hewan di tanah Papua disekitar Freeport terkena dipastikan terkena racun yang berasal dari logam.
• Perusakan habitat muara: Tailing sungai Freeport-Rio Tinto akan merusak hutan bakau seluas 21 sampai 63 km2 akibat sedimentasi. Kanal-kanal muara sudah tersumbat tailing dan dengan cepat menjadi sempit dan dangkal. Kekeruhan air muara pun telah jauh melampaui standar yang diterapkan di Australia, sehingga menghambat proses fotosintesa perairan.
• Kontaminasi pada rantai makanan di muara: Logam dari tailing menyebabkan kontaminasi pada rantai makanan di Muara Ajkwa. Daerah yang dimasuki tailing Freeport menunjukkan kandungan logam berbahaya yang secara signifikan lebih tinggi dibanding dengan muara-muara terdekat yang tak terkena dampak dan dijadikan acuan. Logam berbahaya tersebut adalah tembaga, arsenik, mangan, timbal, perak dan seng. Satwa liar di daerah hutan bakau terpapar logam berat karena mereka makan tanaman dan hewan tak bertulang belakang yang menyerap logam berat dari endapan tailing, terutama tembaga.
• Gangguan ekologi: Freeport sempat menyatakan bahwa  “Muara di hilir daerah pengendapan tailing kami adalah ekosistem yang berfungsi dan beraneka ragam dengan ikan dan udang yang melimpah.” Berbanding terbalik dengan kenyataan bahwa bagian luar Muara Ajkwa, termasuk daerah pantai Laut Arafura, mengalami penurunan jumlah hewan yang hidup dasar laut (bottom-dwelling animals) sebesar 40% hingga 70%.
• Dampak pada Taman Nasional Lorenz: Taman Nasional Lorenz yang terdaftar sebagai Warisan Dunia wilayahnya mengelilingi daerah  konsesi Freeport. Untuk melayani kepentingan tambang, luas taman nasional telah dikurangi. Kawasan pinus pada situs Warisan Dunia ini terkena dampak air tanah yang sudah tercemar buangan limbah batuan yang mengandung asam dan tembaga dari tailing Freeport-Rio Tinto. Sementara, kawasan pesisir situs Warisan Dunia ini juga terkena dampak pengendapan tailing. Sekitar 250 juta ton tailing dialirkan melalui Muara Ajkwa dan masuk ke Laut Arafura.
• Regenerasi di Daerah Tumpukan Tailing: Tailing tambang pada akhirnya akan meliputi 230 km2 daerah ADA, pada kedalaman hingga 17  meter. Daerah tailing ini kekurangan karbon organik dan gizi kunci lainnya, dengan kapasitas menahan air yang sangat buruk. Kawasan ADA yang luas yang telah mengalami kematian tumbuhan akibat tailing takkan pernah bisa kembali ke komposisi species semula meski pembuangan tailing berhenti. Spesies asli yang 13 bisa tumbuh kembali di tumpukan tailing tidaklah berguna bagi masyarakat setempat, juga tidak bisa menggantikan keberagaman spesies asli yang dulunya hidup di wilayah rimba asli dan hutan hujan bersungai dalam ADA yang telah rusak.
• Transparansi: Freeport-Rio Tinto beroperasi tanpa tranparansi atau pemantauan peraturan yang layak. Tak ada informasi atau diskusi publik tentang pengelolaan saat ini dan masa depan di tambang. Juga tak ada pembahasan mengenai alternatif pengelolaan limbah dan rencana proses penutupan tambang. Terlepas dari keharusan legal untuk menyediakan akses publik terhadap informasi terkait lingkungan, perusahaan belum pernah mengumumkan dokumen-dokumen pentingnya, termasuk ERA. Freeport-Rio Tinto juga tak pernah mengumumkan laporan audit eksternal independen sejak 1999. Dengan demikian perusahaan melanggar persyaratan ijin lingkungan. ERA yang dihasilkan meremehkan risiko lingkungan yang penting, gagal memberi pilihan untuk mengurangi dampak pembuangan limbah, serta independensi dari para pengkaji ERA pun patut dipertanyakan.


Tugas Softskill 2 : Pelanggaran Etika Bisnis Oleh Bank Century

Nasabah Bank Century yang jadi korban penipuan produk investasi akan mendatangi Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat. Para nasabah akan mengadukan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Mereka menganggap LPS belum menanggapi laporan penipuan tersebut. Jika ternyata jawaban DPR mengecewakan, nasabah Bank Century bakal menempuh jalur hukum. "Banyak yang sudah mulai menghubungi pengacara untuk konsultasi," kata Gunawan Setiadi Martono, Koordinator Nasabah Bank Century kepada KONTAN, kemarin (8/2). Para nasabah ini umumnya adalah mereka yang terkena bujuk rayu staf pemasaran Bank Century yang menawarkan produk investasi keluaran PT Antaboga Deltasekuritas dengan iming-iming keuntungan tinggi. Nilai dana yang mereka setorkan bervariasi, ada yang Rp 100 juta sampai Rp 2 miliar. Selama ini para nasabah itu merasa kecewa dengan sikap direksi Bank Century. Nasabah merasa direksi Bank Century tidak mengacuhkan masalah mereka.


            Direksi Bank Century sendiri mengaku tak tahu-menahu mengenai produk investasi tersebut. Mereka juga tetap berpendapat, penyelesaian persoalan investasi bodong tersebut mesti menunggu proses hukum terhadap pemegang saham pengendali Bank Century, yakni Robert Tantular. Polisi sudah menetapkan Robert Tantular sebagai tersangka dibalik kolapsnya Bank Century. Selain melanggar aturan perbankan, polisi menuduh Robert menggelapkan dana nasabah PT Antaboga Deltasekuritas. Ceritanya, pada 2000 silam Bank Indonesia melarang perbankan menjual produk investasi. Namun, Robert tetap menjajakan produk investasi Antaboga. Lewat Century, Antaboga menjual reksadana terproteksi dan produk kontrak pengelolaan dana (discretionary fund) dengan bunga yang tinggi. Dalam menjual produk investasi ini, Robert tetap menggunakan pengaruhnya di Bank Century. Investasi ini kemudian macet karena Robert dan tiga koleganya di Antaboga yang merupakan warga negara asing menggelapkan semua dana nasabah tersebut. Polisi masih terus menyelidiki ke mana Robert menyembunyikan uang nasabah itu. Polisi baru mengetahui bahwa sebagian uang nasabah mengalir ke Eropa. Namun, polisi belum bisa mengambilnya.
           
               Manajemen baru PT Bank Century Tbk menargetkan akan menyelesaikan 32 debitor utama terkait kasus aset-aset bermasalah. Untuk tahap pertama, PT Bank Century Tbk akan memprioritaskan penyelesaian terhadap sepuluh debitor terbesar. Ke-32 debitor ini merupakan 'warisan' dari manajemen terdahulu, sebelum akhirnya Bank Century ditutup pemerintah. Hal ini disampaikan Direktur Utama PT Bank Century Tbk Maryono, Kamis (22/1) di Jakarta. Kami telah membentuk tim penyelamatan aset untuk menyelesaikan masalah ini," ujar Maryono, yang didampingi oleh Direktur Tresuri dan Pendanaan Ahmad Fajar, Direktur Operasional dan Teknologi Erwin Prasetio, dan Kepala Divisi Corporate Secretary Deddy Triyana. Pembenahan aset ini juga termaktub dalam program kerja perbaikan kondisi keuangan tahap awal, di samping pemulihan dan stabilisasi likuiditas, due dilligence atas kondisi keuangan, serta restrukturisasi balance sheet. Ketika ditanya mengungkapkan identitas ke-32 debitor beserta nilai nominalnya, Maryono masih enggan menyampaikannya. Pasalnya, lanjut Maryono, pihaknya masih menunggu hasil audit keuangan dan hukum.

ETIKA UTILITARIANISME             

Para nasabah ini umumnya adalah mereka yang terkena bujuk rayu staf pemasaran Bank Century yang menawarkan produk investasi keluaran PT Antaboga Delta sekuritas dengan iming-iming keuntungan tinggi. Nilai dana yang mereka setorkan bervariasi, ada yang Rp100 juta sampai Rp 2 miliar. Selama ini para nasabah itu merasa kecewa dengan sikap direksi Bank Century. Nasabah merasa direksi Bank Century tidak mengacuhkan masalah mereka. Direksi Bank Century sendiri mengaku tak tahu-menahu mengenai produk investasi tersebut. Mereka juga tetap berpendapat, penyelesaian persoalan investasi bodong tersebut mesti menunggu proses hukum terhadap pemegang saham pengendali Bank Century, yakni Robert Tantular.

ETIKA DEONTOLOGY             

Manajemen baru PT Bank Century Tbk menargetkan akan menyelesaikan 32 debitor utama terkait kasus aset-aset bermasalah. Untuk tahap pertama, PT Bank Century Tbk akan memprioritaskan penyelesaian terhadap sepuluh debitor terbesar. Ke-32 debitor ini merupakan 'warisan' dari manajemen terdahulu, sebelum akhirnya Bank Century ditutup pemerintah.
 
ETIKA KAFFAH             

PT Bank Century berniat mengembangkan uang nasabah dengan cara investasi kepada lembaga sekuritas dan membayar uang nasabah walaupun secara bertahap dengan menargetkan 32 debitur utama. Kemudian membentuk tim penyelamatan aset untuk menyelesaikan masalah ini . Pembenahan aset ini juga termaktub dalam program kerja perbaikan kondisi keuangan tahap awal, di samping pemulihan dan stabilisasi likuiditas, due dilligence atas kondisi keuangan, serta restrukturisasi balance sheet, hal ini menunjukkan masih ada niat baik bahwa tanggung jawab social dunia dan akhirat.


Analisis : Kepada seluruh masyarakat jangan pernah mau terbujuk rayuan manis para staf pemasaran bank - bank untuk berinvestasi dengan janji - janji bunga yang tinggi, mendapat laba yang tinggi dsb. Kita harus mengetahui kondisi dan keadaan bank tersebut dan mencari tahu informasi sebanyak mungkin sebelum berniat berinvestasi ke bank tersebut

Tugas Softskill 1 : Jurnal

Jurnal 1

1.      Judul: Etika Bisnis Dalam Mobile Marketing (Studi Deskriptif Kualitatif Pada JualanBranded Group Dan Apriliza Shop)
2.      Nama: Bob Sefias Reagan
3.      Tahun: 2014

Etika bisnis adalah seni dan disiplin dalam menerapkan prinsip-prinsip etika untuk mengkaji dan memecahkan masalah-masalah moral yang kompleks. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui, mengidentifikaskan dan menganalisis penerapan etika bisnis dalam mobile marketing yang dilakukan oleh reseller fashion melalui Blackberry Messenger (BBM).

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan fokus penelitian mengamati etika bisnis ditinjau dari sudut pandang reseller bisnis dan konsumen reseller fashion dalam group BBM serta menemukan model etika bisnis dalam mobile marketing. Informan dalam penelitian ini adalah jualan branded group dan AprilizaShop sebagai reseller fashion. Sedangkan untuk analisis data menggunakan wawancara, observasi, dan dokumentasi. Hasil penelitian menunjukan bahwa bisnis reseller fashionjuga memerlukan etika bisnis.

Etika bisnis menjadi semakin penting ketika kegiatan bisnis dilakukan secara online karena transaksi berlangsung secara tidak tatap muka, seperti bisnis reseller fashionadalah kejujuran, tanggung jawab, bersaing secara sehat, responsif, ramah, peduli dengan pelanggan, dedikasi yang tinggi. Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa reseller fahion percaya dengan menerapkan etika bisnis dapat meningkatkan kepercayaan konsumen dan loyalitas dari konsumen. Dan adanya peningkatan penjualan seiring dengan meningkatnya kepercayaan konsumen dan loyalitas konsumen terhadap reseller fashion.

Jurnal 2

1.      Judul: Pengaruh Budaya Organisasi Dan Kepuasan Kerja Terhadap Kinerja Pegawai Di Lingkungan Yayasan Taruna Bakti Bandung
2.      Nama: Agus Garnida

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis tingkat budaya organisasi, kepuasan kerja pegawai, dan kinerja pegawai di lingkungan Yayasan Taruna Bakti Bandung; menganalisis dan mengukur adakah pengaruh budaya organisasi terhadap kinerja pegawai di lingkungan Yayasan Taruna Bakti Bandung; menganalisis dan mengukur adakah pengaruh kepuasan kerja pegawai terhadap kinerja pegawai di lingkungan Yayasan Taruna Bakti Bandung; serta menganalisis dan mengukur adakah pengaruh budaya organisasi dan kepuasan kerja pegawai terhadap kinerja pegawai di lingkungan Yayasan Taruna Bakti Bandung. 

Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif dan eksplanatori survei. Teknik sampling yang digunakan simple random sampling (SRS). Instrumen penelitian utama menggunakan angket. Teknik analisis data menggunakan analisis regresi linear berganda. 

Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa hubungan budaya organisasi dengan kinerja pegawai berada pada kisaran yang sedang. Hubungan kepuasan kerja dengan kinerja pegawai berada pada kisaran yang kuat. Hubungan budaya organisasi dan kepuasan kerja dengan kinerja pegawai berada pada kisaran yang sangat kuat. Budaya organisasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja pegawai; kepuasan kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja pegawai; serta budaya organisasi dan kepuasan kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja pegawai secara simultan. Kepuasan kerja memberikan pengaruh lebih besar terhadap kinerja pegawai dibandingkan dengan budaya organisasi.

Jurnal 3

1.      Judul: Pengaruh Etika Bisnis Dan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Terhadap Kinerja Organisasi (Penelitian Pada Pegawai PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Kantor Cabang Cianjur)  
2.      Nama: Resti Yulistria

Masalah yang menjadi kajian pada penelitian ini adalah mengenai kinerja organisasi. Variabel yang mempengaruhi kinerja organisasi dalam penelitian ini adalah etika bisnis dan tanggung jawab sosial perusahaan. Berdasarkan hal tersebut, analisis dalam penelitian ini mengungkap “apakah terdapat pengaruh antara etika bisnis dan tanggung jawab sosial perusahaan terhadap kinerja organisasi.”

Metode penelitian yang digunakan adalah Explanatory Survey, dengan teknik pengumpulan data kuesioner skala lima kategori Likert. Sumber data diperoleh dari populasi pegawai PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero), Tbk Kantor Cabang Cianjur. Teknik pengolahan data yang digunakan adalah regresi. Teknik ini digunakan untuk mengukur pengaruh yang disebabkan variabel bebas terhadap variabel terikat.Variabel etika bisnis diukur melalui indikator otonomi, keadilan, kejujuran, saling menguntungkan, dan integritas moral, dan variabel tanggung jawab sosial perusahaan diukur melalui indikator market actions, mandated actions, dan voluntary actions. Kedua variabel bebas tersebut diukur berdasarkan persepsi pegawai. Adapun variabel kinerja organisasi diukur melalui indikator perspektif keuangan, perspektif pelanggan, perspektif proses bisnis internal, dan perspektif pertumbuhan dan pembelajaran yang diukur berdasarkan kondisi riil tingkat kinerja organisasi PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Kantor Cabang Cianjur.

Hasil penelitian secara deskriptif menunjukkan bahwa etika bisnis PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Kantor Cabang Cianjur berada pada kategori tinggi sedangkan untuk tanggung jawab sosial perusahaan dan tingkat kinerja organisasi PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Kantor Cabang Cianjur berada pada kategori cukup. Oleh karena itu, penelitian ini dapat memberikan manfaat berupa perbaikan kinerja organisasi di PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Kantor Cabang Cianjur untuk selanjutnya dijadikan dasar dalam menganalisis tingkat kinerja organisasinya.


Sunday, November 10, 2013

Perilaku Konsumen


PENGERTIAN PERILAKU KONSUMEN
Menurut John C. Mowen dan Michael Minor mendefinisikan perilaku konsumen sebagai studi tentang unit pembelian (buying unit) dan proses pertukaran yang melibatkan perolehan, konsumsi berbagai produk,jasa dan pengalaman serta ide-ide.
Menurut Lamb, Hair dan Mc.Daniel menyatakan bahwa perilaku konsumen adalah proses seorang pelanggan dalam membuat keputusan untuk membeli, menggunakan serta mengkonsumsi barang-barang dan jasa yang dibeli, juga termasuk faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan pembelian dan penggunaan produk.(Rangkuti,2002:91)
Menurut Engel, Blackwell dan Miniard, menyatakan bahwa perilaku konsumen adalah tindakan yang langsung terlibat dalam mendapatkan, mengkonsumsi dan menghabiskan produk dan jasa termasuk proses keputusan yang mendahului dan mengikuti tindakan ini.
Perilaku konsumen dapat disarikan dari semua definisi diatas sebagai studi tentang proses pengambilan keputusan oleh konsumen dalam memilih, membeli,memakai serta memanfaatkan produk,jasa,gagasan, atau pengalaman dalam rangka memuaskan kebutuhan dan hasrat konsumen.
Terdapat beberapa hal yang mempengaruhi perilaku konsumen, yaitu :
1. Konsumen adalah raja
Ia memiliki kemampuan penuh untuk menyaring semua upaya untuk mempengaruhi, dengan hasil bahwa semua yang dilakukan oleh perusahaan harus disesuaikan dengan motivasi dan perilaku konsumen.
2. Motivasi dan perilaku konsumen dapat dipahami melalui penelitian
Hal-hal yang berkaitan dengan motivasi dan perilaku dapat diketahui melalui penelitian, sehingga penelitian ini dipakai sebagai acuan dalam membuat program pemasaran, perencanaan periklanan, perencanaan promosi sehingga hal-hal yang terjadi pada masa yang akan datang dapat diprediksi.
Pemikiran konsumen
Sebelum dan sesudah melakukan pembelian, seorang konsumen akan melakukan sejumlah proses pemikiran konsumen, yakni:
Pengenalan masalah (problem recognition) Konsumen akan membeli suatu produk sebagai solusi atas permasalahan yang dihadapinya. Tanpa adanya pengenalan masalah yang muncul, konsumen tidak dapat menentukan produk yang akan dibeli.
Pencarian informasi (information source) Setelah memahami masalah yang ada, konsumen akan termotivasi untuk mencari informasi untuk menyelesaikan permasalahan yang ada melalui pencarian informasi. Proses pencarian informasi dapat berasal dari dalam memori (internal) dan berdasarkan pengalaman orang lain (eksternal).
Mengevaluasi alternatif (alternative evaluation). Setelah konsumen mendapat berbagai macam informasi, konsumen akan mengevaluasi alternatif yang ada untuk mengatasi permasalahan yang dihadapinya.
Keputusan pembelian (purchase decision). Setelah konsumen mengevaluasi beberapa alternatif strategis yang ada, konsumen akan membuat keputusan pembelian. Terkadang waktu yang dibutuhkan antara membuat keputusan pembelian dengan menciptakan pembelian yang aktual tidak sama dikarenakan adanya hal-hal lain yang perlu dipertimbangkan.
Evaluasi pasca-pembelian (post-purchase evaluation) merupakan proses evaluasi yang dilakukan konsumen tidak hanya berakhir pada tahap pembuatan keputusan pembelian.Setelah membeli produk tersebut, konsumen akan melakukan evaluasi apakah produk tersebut sesuai dengan harapannya. Dalam hal ini, terjadi kepuasan dan ketidakpuasan konsumen. Konsumen akan puas jika produk tersebut sesuai dengan harapannya dan selanjutnya akan meningkatkan permintaan akan merek produk tersebut pada masa depan. Sebaliknya, konsumen akan merasa tidak puas jika produk tersebut tidak sesuai dengan harapannya dan hal ini akan menurunkan permintaan konsumen pada masa depan.


Segmentasi Pasar

SEGMENTASI PASAR
Pengertian segmentasi pasar
Segmentasi pasar adalah pengelompokkan pasar menjadi kelompok-kelompok konsumen yang homogen, dimana tiap kelompok (bagian) dapat dpilih sebagai pasar yang dituju (ditargetkan) untuk pemasaran suatu produk. Agar segmentasi pasar atau pengelompokkan pasar dapat berjalan dengan efektif maka harus memenuhi syarat-syarat pengelompokkan pasar sebagai berikut :
1. Measurability, yaitu ciri-ciri atau sifat-sifat tertentu pembeli harus dapat diukur atau dapat didekati.
2. Accessibility, yaitu suatu keadaan dimana perusahaan dapat secara efektif memusatkan (mengarahkan) usaha pemasarannya pada segmen yang telah dipilih.
3. Substantiability, yaitu segmen pasar harus cukup besar atau cukup menguntungkan untuk dapat dipertimbangkan program-program pemasarannya.
DASAR SEGMENTASI PASAR
Dalam menyusun strategi segmentasi, langkah pertama yang harus dilakukan adalah memilih dasar yang paling tepat untuk membagi pasar. Sembilan kategori utama karakteristik konsumen yang menjadi dasar untuk melakukan segmentasi adalah:
1. Segmentasi Geografis Pada segmentasi geografis, pasar dibagi menurut tempat. Teori dalam strategi ini adalah bahwa orang yang tinggal di daerah yang sama memiliki kebutuhan dan keinginan yang serupa, dan bahwa kebutuhan dan keinginan ini berbeda dari kebutuhan dan keinginan orang-orang yang tinggal di daerah-daerah lain. Sebagai contoh, penjualan produk makanan tertentu dan/atau bermacam-macam makanan lebih baik di satu daerah daripada di berbagai daerah lain. Misalnya, nasi gudeg penjualan paling baik di Yogyakarta, sate ayam penjualan paling baik di Madura, buah apel penjualan paling baik di Malang, dll. Segmentasi geografis merupakan strategi yang berguna bagi banyak pelaku pemasaran. Menemukan berbagai perbedaan berdasarkan geografis relative mudah untuk berbagai produk. Di samping itu, segmen-segmen geografis dapat dicapai dengan mudah melalui media local, yang mencakup surat kabar, TV, radio, dan majalah.
2. Segmentasi Demografis Karakteristik demografis yang paling sering digunakan sebagai dasar untuk segmentasi pasar antara lain:
·         Usia,
·         Gender (jenis kelamin),
·         Status perkawinan,
·         Pendapatan, pendidikan, dan pekerjaan, dsb.
Demografis membantu menemukan pasar target atau sasaran. Informasi demografis merupakan cara yang paling efektif dari segi biaya dan paling mudah diperoleh untuk mengenali target. Data-data demografis lebih mudah diukur daripada berbagai variabel segmentasi lain. Berbagai variabel denografis mengungkapkan kecenderungan yang memberikan isyarat berbagai peluang bisnis, seperti pergeseran usia, jenis kelamin, dan distribusi penghasilan.
3. Segmentasi Psikologis Karakteristik psikologis merujuk ke sifat-sifat diri atau hakiki konsumen perorangan. Strategi segmentasi konsumen sering didasarkan pada berbagai variabel psikologis khusus. Misalnya, para konsumen dapat dibagi menurut motivasi, kepribadian, persepsi, pengetahuan, dan sikap.
4. Segmentasi Psikografis Bentuk riset konsumen terapan ini biasa disebut analisis gaya hidup. Profil psikografis salah satu segmen konsumen dapat dianggap sebagai gabungan berbagai kegiatan (activities), minat (interests), dan pendapat (opinions) (AIO) konsumen yang dapat diukur. Dalam bentuk yang paling umum, studi psikografis AIO menggunakan serangkaian pernyataan (daftar pernyataan psikografis) yang dirancang untuk mengenali berbagai aspek yang relevan mengenai kepribadian, motif membeli, minat, sikap, kepercayaan, dan nilai-nilai konsumen.

5. Segmentasi Sosial Budaya Berbagai variabel sosiologis (kelompok) dan antropologis (budaya) yaitu variabel sosial budaya menjadi dasar-dasar lebih lanjut bagi segmentasi pasar. Sebagai contoh, berbagai pasar konsumen telah berhasil dibagi lagi menjadi berbagai segmen berdasarkan tahap dalam siklus kehidupan keluarga, kelas sosial, nilai-nilai budaya inti, keanggotaan subbudaya, dan keanggotaan lintas budaya.
6. Segmentasi Terkait Pemakaian Bentuk segmentasi ini sangat popular dan efektif dalam menggolongkan konsumen menurut karakteristik produk, jasa, atau pemakaian merek, seperti tingkat pemakaian, tingkat kesadaran, dan tingkat kesetiaan terhadap merek. Segmentasi tingkat pemakaian membedakan antara pemakai berat, pemakai menengah, pemakai ringan, dan bukan pemakai produk, jasa, atau merek khusus.
7. Segmentasi Situasi Pemakaian Para pemasar memfokuskan pada situasi pemakaian sebagai variabel segmentasi disebabkan oleh kesempatan atau situasi sering menentukan apa yang akan dibeli atau dikonsumsi para konsumen.
8. Segmentasi Manfaat Berubahnya gaya hidup memainkan peran utama dalam menentukan manfaat produk yang penting bagi konsumen, dan memberikan peluang bagi pemasar untuk memperkenalkan produk dan jasa baru. Segmentasi manfaat dapat digunakan untuk mengatur posisi berbagai merek ke dalam golongan produk yang sama.
9. Segmentasi Gabungan Tiga pendekatan segmentasi gabungan (hybrid segmentation approach) adalah:
·         Profil Psikografis-Demografis
Profil psikografis dan demografis merupakan pendekatan yang saling melengkapi yang akan memberikan hasil maksimal jika digunakan bersama.
·         Segmentasi Geodemografis
Jenis segmentasi gabungan ini didasarkan pada pendapat bahwa orang yang hidup dekat dengan satu sama lain mungkin mempunyai keuangan, selera, pilihan, gaya hidup, dan kebiasaan konsumsi yang sama.
·         VALS 2

System VALS secara lebih tegas memfokuskan pada usaha menjelaskan perilaku membeli konsumen.

Jurnal Perilaku Konsumen

Jurnal Perilaku Konsumen

Tema : Perilaku Konsumen

PENTINGNYA Kualitas Pelayanan DAN KEPUASAN PELANGGAN TERHADAP LOYALITAS KONSUMen

                                                            Endang Ruswanti
Universitas Indonusa Esa Unggul


ABSTRAK
Pelayanan ekonomi memiliki peranan sama dalam perekonomian di negara-negara berkembang tetapi dampak total ekonomi lebih kecil dari pada aktifitas layanan sehingga mendorong penyedia pelayanan dapat menemukan metode yang tepat untuk menyenangkan pelanggan, tujuan penulisan ini adalah untuk mencapai kepuasan pelanggan  merupakan konsep yang terkenal dan mandiri pada beberapa wilayah seperti dalam bidang pemasaran, riset konsumen, psychologi ekonomi, kesejahteraan ekonomi. Dengan metode yang digunakan berdasarkan hasil studi pustaka, maka kesimpulannya adalah bahwa kepuasan adalah perasaan yang dihasilkan dari sebuah proses evaluasi tentang apa yang diterima terhadap apa yang diharapkan termasuk keputusan pembelian akan barang itu sendiri, maupun kebutuhan dan keinginan yang di asosiasikan pembelian.

ABSTRACT
Economy has a role similar services in the economy in developing countries but the impact is smaller than the total economy on service activities that encourage serviceproviders to find the right method to please customers, the purpose of this paper is toachieve customer satisfaction is a concept well known and independent on some regions such as in the field of marketing,  consumer research, economic psychology, economic well-being. With the method used is based on the results of literature study, then the conclusion is that satisfaction is the feeling that results from a process of evaluation about what is acceptable to what is expected to include a decision to purchase the goods them selves, as well as the need and desires of the associated purchase.



Pendahuluan
Dekade abad yang lalu dan abad ini didesain, melalui perkembangan yang cepat terhadap aktivitas layanan dan semakin penting nilai pelayanan di keseluruhan struktur ekonomi. Hal ini merujuk kepada negara-negara yang sangat maju dimana aktivitas pelayanan disebutkan sebagai inspirasi kunci dalam keseluruhan pengembangan sosial dan ekonomi. Terdapat berbagai kontribusi penting dalam aktifitas kualitas pelayanan, perkembangan yang cepat dan aplikasi tehnologi modern memperlebar penawaran sektor pelayanan yang secara signifikan merubah struktur keseluruhan perekonomian. Tehnologi informasi telah memiliki kontribusi yang besar pada proses perubahan relasi berbagai aktifitas pelayanan. Banyaknya permintaan atas jasa pelayanan yang berkualitas tinggi sangatlah penting untuk dicapai agar kepuasan pelanggan yang direfleksikan secara positif dalam persaingan, untuk keuntungan bisnis perusahaan pelayanan jasa.
Dipengaruhi oleh percepatan internasionalissasi perusahaan jasa saat ini, sejumlah studi telah menguji berbagai penilaian kualitas pelayanan pada budaya negara yang berbeda. Kualitas pelayanan jasa yang dipersepsikan diantara orang-orang dengan budaya yang berbeda telah diteliti Sureshchandra (2000; 363). Studi yang komperhensif tentang perbedaan nilai budaya telah dilakukan Hostede (2007;27). Budaya disebutkan bukanlah karakteristik individual namun menekankan kelompok yang dikondisikan oleh pendidikan dan pengalaman hidup yang sama.  tujuan penulisan ini adalah untuk memcapai kepuasan pelanggan merupakan konsep yang terkenal dan mandiri pada beberapa wilayah seperti dalam bidang pemasaran, riset konsumen, psychologi ekonomi, kesejahteraan ekonomi. Dengan metode yang digunakan berdasarkan hasil studi pustaka, maka kesimpulannya adalah bahwa kepuasan adalah perasaan yang dihasilkan dari sebuah proses evaluasi tentang apa yang diterima terhadap apa yang diharapkan termasuk keputusan pembelian akan barang itu sendiri, maupun kebutuhan dan keinginan yang diasosiasikan pembelian.


PEMBAHASAN

Kualitas Pelayanan

Kualitas pelayanan ditentukan oleh bagaimana tingkat kesesuaian antara pelayanan yang diberikan dengan pelayanan yang diharapkan pelanggan (Parasuraman dkk, 1994;44) akin tinggi kualitas pelayanan yang dirasakan akan semakin tinggi tingkat kepuasan pelanggan. Selanjutnya semakin berdampak positif pada niat pembelian konsumen. Beberapa studi mengemukakan bahwa kualitas pelayanan memiliki hubungan yang erat dengan kepuasan pelanggan. Kualitas pelayanan mempengaruhi kepuasan pelanggan dan pada akhirnya berpengaruh terhadap loyalitas pelanggan (Cronin dan Taylor, 1992; 56).
Kepuasan pelanggan adalah konskuensi utama kualitas pelayanan dan dapat menentukan kesuksesan dalam jangka panjang pada organisasi penyedia jasa (Parasuraman, 1994;240) secara umum kepuasan pelanggan dipengaruhi oleh ekpektasi pelanggan atau antisipasi awal untuk menerima pelayanan dan diperkirakan dengan persamaan bahwa Kepuasan pelanggan sama dengan Persepsi performa dikurangi ekspektasi (Zeithaml (1996;31). Jika diterjemahkan dalam bentuk pelayanan adalah perbedaan antara kualitas pelayanan yang diterima dengan kepuasan yang diperoleh. Lebih lanjut konsumen dapat mendeferensiasikan antara ekspektasi pelayanan dan persepsi pelayanan.
Ekpektasi pelayanan merupakan kombinasi prediksi antara harapan dan kenyataan yang diterima pelanggan dan terjadi selama transaksi pembelian pelayanan.  Lovelock dan Weitz (1995;45) mengemukakan bahwa bisnis jasa dipandang sebagai suatu sistem yang terdiri dari sistem operasi jasa dan sistem penyampaian jasa. Suatu sistem, bisnis jasa terdiri dari sistem operasi jasa, dan sistem penyampaian jasa yang merupakan bagian-bagian yang dapat dilihat oleh konsumen yaitu lingkungan phisik dan kontak langsung, dan bagian yang tidak terlihat oleh konsumen dianggap sebagai kegiatan teknis inti, bahkan yang keberadaannya tidak diketahui oleh konsumen, tapi dapat dirasakan hasil kegiatannya.

Pelayanan
Persepsi pelayanan dapat ditetapkan sebagai pelayanan global melalui sikap konsumen yang berkaitan dengan superioritas pelayanan (Oliver 1991; Pasuraman dkk, 1988). Kepuasan pelanggan merupakan faktor utama dalam menilai kualitas pelayanan, dimana konsumen menilai kinerja pelayanan yang diterima dan yang dirasakan secara langsung terhadap suatu pelayanan menurut Cronin dan Tailor (1992). Untuk memahami hubungan antara kualitas pelayanan yang dipersepsikan dan kepuasan konsumen secara detail seseorang dengan menggunakan konsep zona toleransi  yang dikemukakan oleh Reiman (2008).
Konsep ini muncul dari literatur manajemen pelayanan dan perilaku konsumen (Reimann dkk, 2008;73). Jika kualitas pelayanan dibawah zona toleransi pelanggan merupakan dampak dari tingginya kekecewaan, sedangkan kualitas pelayanan diatas zona toleransi pelanggan diperkirakan memuaskan atau menyenangkan pelanggan (Berry dan Pasuraman, 1991; Davis dan Heineke, 1994). Sedangkan Johnston (1995;61) menyebutkan bahwa  zona toleransi itu memiliki tiga perbedaan.
Zona pertama merupakan ekspektasi pra-performa pelanggan, tidak dapat ditolak, dapat diterima atau lebih dari dapat diterima. Proses pelayanan yang secara langsung berkaitan dengan persepsi kualitas pelayanan merupakan zona toleransi kedua dan dapat muncul kurang memadai, selanjutnya menuju kepada performa yang memadai. Zona ketiga adalah status hasil, yakni menghasilkan pelanggan yang kecewa, pelanggan yang puas atau gembira (Kennedy dan Thirkell, 1988;9). Sedangkan hasil riset Johnston (1995;91) menyebutkan sementara manajer pemasaran memainkan peranan penting dalam mempengaruhi ekpektasi pra-performa, manajer operasional seringkali memainkan peranan utama dalam mengatur persepsi pelanggan selama pemberian pelayanan.
Konsep zona toleransi ini sangat berguna, ketika perusahaan mencoba memahami variabilitas ekspektasi dan persepsi pelayanan konsumen sebagaimana kepuasan pelanggan. Karena itu zona-zona ini dapat diajukan sebagai perangkat diagnostik bernilai untuk menentukan kualitas pelayanan yang dipersepsikan (Kettingger dan Lee 2005; Liljander dan Stranvinsvik 1993; Pasurahman dkk, 1994). Kualitas pelayanan didefinisikan sebagai berikut: 1) kualitas adalah penyesuaian spesifikasi 2) kualitas merupakan pertukaran yang adil antara harga dan nilai jasa 3) kualitas adalah potensi penggunaan 4) kualitas adalah tahapan dimana spesifikasi konsumen dipenuhi.

Kualitas Pelayanan
Kualitas pelayanan dinilai sebagai keseluruhan harga, kualitas pelayanan memiliki gap antara dimensi kualitas yang diberikan dengan yang diharapkan konsumen. Parasurahman dkk (1994;210) mengemukakan bahwa konsumen lebih memiliki kesulitan untuk mengevaluasi kualitas pelayanan jasa dari pada kualitas pelayanan produk. Persepsi kualitas pelayanan adalah hasil perbandingan penghargaan konsumen dengan performa pelayanan yang dialami. Evaluasi kualitas tidak berdasarkan pada pelayanan tetapi atas proses pemberian pelayanan. Kualitas pelayanan yang dirasakan  merupakan hasil perbandingan antara pelayanan yang diharapkan dengan yang dirasakan (Bery 1990;34).
Groonros (2001;150) menyebutkan bahwa terdapat dua dimensi kualitas pelayanan yaitu kualitas fungsional dan kualitas tehnis. Kualitas tehnis ditentukan melalui jawaban atas pertanyaan apa yang diperoleh konsumen. Sebagai contoh jika konsumen menabung di Bank maka konsumen mendapat bunga, jika konsumen belanja direstoran X maka konsumen akan mendapatkan makanan yang bergizi dengan harga murah. Namun demikian sangat penting jika kualitas tehnis diberikan pada pelanggan. Itulah mengapa kualitas fungsional merupakan cara untuk mendapatkan pelayanan. Misalnya jasa transportasi bus adalah mencapai tujuan tepat waktu. Dimensi kualitas fungsional akan dapat meningkatkan nilai pelayanan secara lebih besar bagi pelanggan dan memungkinkan keuntungan kompetitif yang dibutuhkan.
Mengingat bahwa produk kualitas pelayanan merupakan interaksi antara konsumen dan elemen-elemen dalam organisasi pelayanan. Leihtinen (Lewis, 1990;11) menyebutkan bahwa terdapat tiga dimensi kualitas pelayanan antara lain (1) kualitas fisik merepresentasikan aspek-aspek fisik pelayanan (2) kualitas korporasi mengekpresikan image perusahaan pelayanan (3) kualitas interaksi yang dihasilkan dari interaksi antara staff pelayanan dan konsumen, dan konsumen itu sendiri.
Sedangkan Rust dan Oliver mendukung model Gronross (2001;151) dengan menambahkan menjadi tiga dimensi yaitu kualitas tehnis, pemberian pelayanan atau kualitas fungsional, dan lingkungan pelayanan. Parasuraman dkk (1990;34) telah meneliti dalam empat cabang pelayanan antara lain perbankan, perusahaan kartu kredit, broker saham dan jasa pelayanan alat rumah tangga. Temuannya menunjukkan bahwa ekpektasi dan persepsi kualitas pelayanan dipengaruhi oleh sepuluh (10) faktor meliputi: reliabilitas, sensibilitas, daya saing, aksesibilitas, etika, komunikasi, kredibilitas, keamanan, pemahaman dan komitmen konsumen, dan wujud.
Perkembangan selanjutnya pada model pengukuran kualitas pelayanan yang disampaikan oleh Pasuraman dkk (1994;34) menyimpulkan bahwa agar sepuluh dimensi dapat diterima maka dikerucutkan menjadi 5 dimensi sebagai berikut: (1) berwujud adalah objek fisik, perlengkapan, tampilan pelayanan (2) Reliabilitas adalah kemampuan menyampaikan pelayanan sesuai dengan yang dijanjikan (3) Sensitivitas meruakan harapan untuk melayani konsumen dan menyediakan pelayanan yang cepat (4) Keamanan merupakan pengetahuan dan kesopanan karyawan serta kemampuan mereka untuk dapat dipercaya (5) Empati adalah kepedulian atau perhatian terhadap konsumen secara individual. 
Keamanan dan empati sebenarnya telah mewakili tujuh dimensi kualitas pelayanan yakni daya saing, aksessibilitas, kesopanan, komunikasi, kredibilitas, pemahaman, keamanan dan komitmen konsumen. Dengan mengurangi jumlah dimensi kualitas pelayanan tidak berarti mengurangi akurasi pengukuran kualitas pelayanan. Perbedaan opini terjadi pada dimensi kualitas pelayanan, akan tetapi sulit untuk meniadakan beberapa pendekatan diatas sebagai pendekatan dianggap yang paling dapat diterima dalam menjelaskan dan memahami esensi dari persepsi kualitas pelayanan. Zeithamal dan Bitner (2003) mendefinisikan kualitas pelayanan sebagai penilaian global atau sikap terkait superioritas pelayanan. Secara umum telah diterima bahwa kualitas pelayanan adalah merupakan konsep multidimensional. Terdapat beberapa model kualitas pelayanan dalam literatur. Salah satu model yang digunakan secara luas adalah SERVQUAL, yang dikembangkan oleh Pasuraman, Zeithaml dan Berry (1990;34). Model yang diajukan menyebutkan bahwa layanan kualitas diukur dengan lima dimensi: realibilitas, jaminan, wujud, empati dan respon.
Reliabilitas merujuk pada kemampuan organisasi untuk melaksanakan pelayanan yang dijanjikan secara handal dan akurat. Jaminan merujuk pada pengetahuan karyawan dan kemampuan mereka untuk menarik kepercayaan dan keyakinan. Berwujud merujuk pada lingkungan fisik organisasi seperti fasilitas-fasilitas, perangkat dan material komunikasi. Empati merujuk pada kesediaan karyawan dan staff untuk menyediakan perhatian secara individu pada konsumen. Responsif merujuk pada kesediaan karyawan untuk membantu konsumen dan menyediakan pelayanan tepat waktu. Setiap dimensi diukur dengan empat sampai lima item.
Model merupakan seperangkat manajemen yang berguna karena ditujukan untuk mengindentifikasi kesenjangan antara ekspektasi konsumen dan persepsi mereka atas pelayanan. Pengukuran persepsi versus ekspektasi telah menjadi isu yang diperdebatkan beberapa literatur. Sementara nampak logis bahwa dalam mengindentivikasi kesenjangan merupakan cara terbaik untuk menentukan kualitas, mengindentifikasi kemungkinan persoalan dan memprediksi loyalitas. Tian (2002;34) mempertanyakan model kesenjangan dan menyatakan bahwa dalam mengukur persepsi sendiri mungkin menjadi indikator kualitas pelayanan.
Kualitas yang lebih baik dari pada mengukur perbedaan antara ekspektasi dan persepsi seperti yang dikemukakan oleh  Zeithaml (2009;17). Dari sudut pandang metodologi tidaklah selalu mudah untuk mengadopsi pendekatan kesenjangan ini. Karena setting kehidupan yang nyata membutuhkan pengumpulan data dua kali yakni sebelum dan sesudah menggunakan pelayanan jasa. Akan tetapi dari sudut pandang manajemen untuk mengindentifikasi kesenjangan perlu adanya evaluasi pelayanan dari pelanggan. Strategi dapat didesain dengan tujuan untuk menutup kesenjangan-kesenjangan dan menggunakan kesenjangan ini dengan tujuan memprediksi kepuasan dan niat berperilaku.
Pentingnya mengukur kualitas pelayanan telah terjustifikasi dengan baik dalam beberapa literatur. Studi terdahulu telah menunjukkan bahwa evaluasi kualitas pelayanan sangat berkaitan terhadap niat berperilaku positif dan loyalitas konsumen. Skor negatif dalam model kesenjangan merupakan menunjukkan kekhawatiran organisasi, karena akan diartikan bahwa pelanggan akan segera berhenti melakukan pembelian jasa, jika tidak ada tindakan yang dilakukan. Sebagaimana dijelaskan niat pembelian adalah merupakan faktor utama untuk mengetahui perilaku pembelian konsumen.
Secara tradisional kualitas pelayanan telah dikonsepkan sebagai perbedaan antara pengharapan konsumen mengenai sebuah pelayanan yang akan diterima dan persepsi dari pelayanan yang diterima (Gronroos, 2001; Parasuraman dkk, 1988 dalam Ahbar dan parvez, 2009). Kualitas pelayanan jasa juga dikonsepkan sebagai keseluruhan kesan pelanggan atas inferioritas atau superioritas relatif pelayanan (Zeithaml dkk, 1990). Sedangkan Parasuraman dkk, (1988) mengindentifikasikan lima dimensi kualitas pelayanan yang menghubungkan karakteristik pelayanan spesifik pada pengharapan para pelanggan.
Adapun lima dimensiitu adalah (a) Nyata-fasilitas fisik, peralatan dan kemunculan pelayan (b) Empati - kepedulian dan perhatian individual (c) Jaminan kepastian-pengetahuan dan kesopanan karyawan dan kemampuan dalam memberikan kepercayaan (d) Reliabilitas-kemampuan untuk menunjukkan pelayanan yang dijanjikan secara akurat dan dapat diandalkan (e) Kemampuan merespon adalah kemampuan untuk membantu pelanggan dan menyediakan pelayanan dengan tepat waktu.
Setelah melalui beberapa tinjauan ulang secara komprehensif tentang kajian kualitas pelayanan, Asubonteng dkk (1996) telah menyimpulkan bahwa jumlah dimensi kualitas pelayanan bervariasi dalam industri yang berbeda. Sedangkan Sureshchannda dkk (1988) telah mengindentifikasi kualitas pelayanan menjadi lima jika dipandang dari sudut konsumen atau pelanggan. Diantaranya inti pelayanan, elemen manusia dalam pengiriman tanggung jawab sosial. Ternyata terdapat kemiripan dengan definisi yang disebutkan (Parasuraman dkk, 1998) layanan, sistematika pengiriman pelayanan, dan bentuk nyata pelayanan.

Kepuasan Pelanggan
Zeithaml dan Bitner (2003;209) menyebutkan bahwa kepuasan adalah respon pemenuhan kebutuhan pelanggan. Kepuasan merupakan penilaian bahwa sebuah fitur produk atau pelayanan, atau produk atau pelayanan itu sendiri, menyediakan level pemenuhan terkait konsumsi yang menyenangkan. Telah disebutkan bahwa kepuasan pelanggan merupakan sebuah konsep yang lebih luas dari pada kualitas pelayanan karena mencakup evaluasi kognitif dan afektif. Sedangkan evaluasi kualitas pelayanan merupakan prosedur kognitif dan afektif dan evaluasi kualitas pelayanan merupakan prosedur kognitif utama.
Sejumlah studi pada literatur pelayanan pemasaran telah melaporkan bahwa kedua konstruk kualitas pelayanan dan kepuasan pelanggan berkaitan dengan sangat kuat (Alexandris dkk, 2001; Caruana, 2002; Cronin dan Taylor, 1992; Spreng dan Chiou, 2002). Hanya sedikit yang melakukan penelitian hubungan antara kualitas pelayanan dan kepuasan pada aktivitas luar ruangan seperti rekreasi kesejumlah tempat-tempat pariwisata. Zeithaml dkk, (2009) mengemukakan bahwa kualitas pelayanan merupakan komponen dari kepuasan pelayanan. Faktor penting dalam menentukan kualitas pelayanan adalah perseived quality yaitu tingkatan kualitas pelayanan yang dirasakan pengguna atau konsumen, dipengaruhi oleh pengalaman-pengalaman pelayanan sebelumnya.
Nilai kualitas yang dirasakan adalah pendekatan menyeluruh dari utilitas suatu produk atau jasa pelayanan berdasarkan persepsi terhadap apa yang dirasakan atau nilai trade off antara jumlah manfaat dengan biaya yang dirasakan pelanggan (Zeithaml, 1988; Chen, 2008). Service Performance adalah kinerja dari pelayanan yang diterima konsumen itu sendiri dan nilai kualitas dari pelayanan yang benar-benar dirasakan pelanggan. Service Performance dapat menjawab permasalahan yang muncul dalam menentukan kualitas jasa karena bagaimanapun konsumen bisa menilai kualitas yang mereka terima dari suatu produsen tertentu, bukan pada persepsi mereka atas kualitas jasa pada umumnya (Cronin 1992;68)
Loyalitas Pelanggan
Kepuasan merupakan perasaan senang atau kecewa seseorang yang muncul setelah membandingkan antara persepsi dengan hasil atau kinerja suatu jasa dengan harapannya. Kepuasan merupakan prediksi kepercayaan konsumen terhadap apa yang akan terjadi.  Sedangkan (Chen 2009;12) mengemukakan bahwa konsep kepuasan total adalah merupakan evaluasi menyeluruh dari konsumen setelah merasakan suatu pelayanan atas pengalaman sebelumnya Hasil temuannya menunjukkan bahwa kualitas pelayanan berpengaruh langsung dan signifikan terhadap kepuasan dan berpengaruh positif terhadap perceived value.
Zeithaml, dan Bitner (2003;203) mengemukakan bahwa kepuasan adalah evaluasi konsumen dari sebuah produk atau jasa yang dapat memenuhi kebutuhan dan pengharapan mereka. Komponen sikap, konsumen mewakili pengertian seperti melakukan pembelian ulang, keinginan merekomendasikan kepada konsumen yang lain, dan komitmen terhadap perusahaan untuk tidak beralih kepada perusahaan kompetitor (Cronin dan Taylor, 1992; Narayandras, 1996). Pada kondisi ataupun bentuk lain aspek perilaku loyalitas konsumen seperti dicontohkan bahwa konsumen melakukan pembelian ulang, merekomendasikan perusahaan pada pihak lain, dan mencerminkan kemungkinan untuk memilih merek dalam jangka panjang (Feick dkk, 2001). Jadi loyalitas konsumen mengekpresikan perilaku yang dimaksudkan, dan berhubungan dengan produk atau pelayanan perusahaan.
Pearson (1996) mendefinisikan loyalitas konsumen sebagai pola pikir pelanggan yang memegang perilaku menguntungkan terhadap perusahaan, berkomitmen untuk membeli kembali dan merekomendasikan produk atau jasa pelayanan kepada orang lain. Boselie dkk, (2002) mengemukakan bahwa kepuasan adalah keadaan positif afektif yang dihasilkan dari penilaian keseluruhan aspek, hubungan satu pihak dengan pihak lainnya.  Kepuasan merupakan salah satu diantara beberapa penyebab terbentuknya loyalitas konsumen. Sebagaimana didefinisikan oleh para peneliti bahwa loyalitas konsumen sebagai suatu bentuk sikap dan perilaku konsumen.
Krittinger (2005;623) mendefinisikan loyalitas bahwa pelanggan lebih mengarah kepada perilaku, yang ditunjukkan dengan suatu pembelian rutin berdasarkan proses pengambilan keputusan. Konsumen yang memiliki loyalitas tinggi terhadap perusahaan merupakan aset yang bernilai bagi perusahaan. Adapun karakteristik  konsumen yang memiliki loyalitas tinggi memiliki ciri bahwa pelanggan melakukan pembelian ulang secara teratur, pelanggan dalam membeli juga membeli di luar lini produk atau jasa, pelanggan mengajak orang lain untuk melakukan pembelian, pelanggan menunjukkan kesetiaan dengan tidak membeli produk atau jasa perusahaan pesaing.
Kualitas Pelayanan jasa
jasa
Gambar 1: Hubungan antara kualitas pelayanan, kepuasan pelanggan terhadap Loyalitas pelanggan
Kepuasan pelanggan

Loyalitas pelanggan
 
(Sumber: Zeithaml, Bitner dan Glemler, 2009)

PENUTUP
Kesimpulan

Kepuasan pelanggan adalah konskuensi utama kualitas pelayanan dan dapat menentukan kesuksesan dalam jangka panjang pada organisasi penyedia jasa (Parasuraman, 1994;240) secara umum kepuasan pelanggan dipengaruhi oleh ekpektasi pelanggan atau antisipasi awal untuk menerima pelayanan dan diperkirakan dengan persamaan bahwa Kepuasan pelanggan sama dengan Persepsi performa dikurangi ekspektasi (Zeithaml (1996;31). Jika diterjemahkan dalam bentuk pelayanan adalah perbedaan antara kualitas pelayanan yang diterima dengan kepuasan yang diperoleh. Lebih lanjut konsumen dapat mendeferensiasikan antara ekspektasi pelayanan dan persepsi pelayanan. Ekpektasi pelayanan merupakan kombinasi prediksi antara harapan dan kenyataan yang diterima pelanggan dan terjadi selama transaksi pembelian pelayanan.  Lovelock dan Weitz (1995;45) mengemukakan bahwa bisnis jasa dipandang sebagai suatu sistem yang terdiri dari sistem operasi jasa dan sistem penyampaian jasa. Suatu sistem, bisnis jasa terdiri dari sistem operasi jasa, dan sistem penyampaian jasa yang merupakan bagian-bagian yang dapat dilihat oleh konsumen yaitu lingkungan phisik dan kontak langsung, dan bagian yang tidak terlihat oleh konsumen dianggap sebagai kegiatan teknis inti, bahkan yang keberadaannya tidak diketahui oleh konsumen, tapi dapat dirasakan hasil kegiatannya.
Saran-saran
1.      Keterbatasan penelitian yang dilakukan oleh Ahbar dan Paarvez (2009) perlu dilanjutkan antara lain data terbatas pada satu pelanggan perusahaan swasta telekomunikasi sehingga hasilnya berkemungkinan tidak sesuai dengan perusahaan komunikasi lain. Hasil temuan penelitian tidak bisa digeneralisasi untuk semua pelanggan di negara tersebut. Penelitian ini bukan penelitian eksperimen sehingga tidak mungkin untuk mengeliminasi pengaruh variabel luar yang tidak diinginkan.
2.      Hasil survey temuan Strauss, 2004 dalam Abdallat dan El-Emam terhadap responden 364 menunjukkan terdapat kelemahan hubungan antara kepuasan pelanggan terhadap loyalitas.  


DAFTAR PUSTAKA

Asubonteng, P., McCleary, K. J. dan Swan, J. E. “SERVQUAL revisited: a critical
            Review of Service Quality”. Journalof Services Marketing, Vol.10, No: 6, 1996.

Bitner, M. J. dan Zeithaml, V. A. “Service Marketing (3rd ed.), Tata McGraw Hill,
          New Delhi. 2003.

Boeselie, P., Hesselink, M. dan Wiele, T.V . “Empirical evidence for the relationship
             Between Customer Satisfaction and Business Performance”. Managing Service
             Quality, Vol. 12, No: 3, 2002

Cronin Jr. J.J, Tailor, SA, “Measuring Service Quality: a Reexamination and
            Extension” Journal of Marketing Vol. 56, 1992


Grönroos, C. “The perceived service quality concept - a mistake?” ManagingService
              Quality, Vol. 11, No: 3, 2001
.
Hofstede, Geert Cultural Dimensions, http://www.geerthofstede. com (accessed
             September 23, 2007.


Johnston, Robert “The Zone of Tolerance: Exploring the Relationship between Service
              Transactions and Satisfaction with the Overall Service,” International Journal of
              Service IndustryManagement, Vol. 6, No:2, 1995

Kettinger, W. J. dan Lee, C. C. “Perceived service quality and user satisfaction with the
             information services functions” Decision Sciences, Vol. 25, No: 5,1994

Kennedy, John R. and Peter C. Thirkell (, “An Extended Perspective on the Antecedents of
Satisfaction,” Journal ofConsumer Satisfaction, Dissatisfaction and Complaining   Behavior, Vol. 1, No: 1, 1998.

Kettinger, William J. and Choong  (Zones of Tolerance: Alternative Scales for Measuring
            Information Systems Service Quality,” MIS Quarterly, Vol. 29, No:4,  2005

Lewis, B. R.dan Mitchell, V. W.  “Defining and measuring the quality of  Customer
              Service”’. Marketing Intelligence and  Planning, Vol. 8, No:6,  1990.

Parasuraman, A., Leonard L. Berry, and Valarie A. Zeithaml , “Guidelines for        
           Conducting    Service Quality Research,” MarketingResearch, Vol. 2, No:4,  1990

Parasuraman,  A. Zeithaml, V. A., Berry, L.  “Alternative Scales For Measuring
           Service   Quality: A Comparative Assessment Based on Psychometric and Diagnostic
           Criteria,”Journal of Retailing Vol. 70, No; 3. 1994

Pearson, N. “Building brands directly: creating business value from customer
               Relationships”. Macmillan Business, Vol. 20, No: 6, 1996.

Reimann, M, Lunemann, U.F, dan Chase, R.B, “ Unsertainity avoidance as a Moderator
                of the Relationship Between Perceived Servise Quality and Customer Satisfaction”
                Journal of Servise Risearch Vol. 11 No: 63, 2008

Sureshchanndra, G. S., Rajendran, C. dan Anantharaman, R. N. “The Relationship
                Between Service Quality and Customer Satisfaction - a Factor Specific Approach”.
                Journal of Service Marketing, Vol. 16, No: 4,  2003

Tian-Cole, S., Crompton, J., dan Wilson, V. An Empirical Investigation of  The
              Relationships Between Service Duality, Satisfaction and Behavioral Intentions
              Among Visitors to a Wildlife Refuge. Journal of Leisure Research, Vol. 34, 2002

Zeithaml, V.A,. Bitner, M. J,. Gemler, D.D,. “Services Marketing, 5th Edition, Mc Graw
              Hill, Singapore. 2009
Zeithaml, V. A., dan Bitner, M. J. “Services Marketing: Integrating Customer Focus
             Across the Firm” New York: McGraw-Hill. 2003

Zeithaml, V., Berry, L., Parasuraman, A. The Behavioural Consequences of Service
               Quality. Journal of Marketing, Vol. 60, 1996.